Selasa, 10 November 2015

Gagal Pakansi ke Derenten

Tipo : "Gajah.. Gajah.. Mah... Mah.... Mamah gajah..."
Gw   : "Apa de? Mamah segede gajah? Diajarin siapa bilang mamah segede gajah? Si ayah surayah?"

Gajah is the it word of the month buat Tipo belakangan ini. Apa-apa yang ada gambar atau bentuk mirip gajah selalu ditunjuk dan dilaporkan saat itu juga ke gw dan pak suami. Tadinya demi memenuhi hasrat si anak yang sedang tergila-gila dengan gajah, gw dengan niat mulia mencari jadwal nyanyi Tulus, kalau ada konser Tulus lah sekalian. Kenapa Tulus? Kan Tulus yang nyengnyong lagu berjudul  gajah,. Kan gw ngepens Tulus. Kan modus biar sekali-kali nonton konser hahahaha. Ya nggak gitu-gitu juga sih akhirnya.

 Suatu hari gw ada dinas di daerah Setiabudi. Hari terakhir penutupan seperti biasa nggak sampai sore. Pak presiden menawarkan diri untuk menjemput ibu negara. Tentu saja ibu negara menyambut dengan sukacita, sambil menambahkan "Yah, bawa Tipo ya. Di sini ada kolam ikan koi gede-gede. Pasti Tipo suka." Treng-treng, datanglah pak suami dan Tipo menjemput. Ndadidalah begitu anaknya ditunjukin kolam ikan malah nangis kejer, sepertinya takut lihat penampakan ikan koi gede-gede yang mengintimidasi. Maklum, standar ikan koi versi Tipo baru sebatas koi di kolam tetangga yang masih piyik.

Kolam ikannya ada di seberang gambar milik ini


Kasian nih Tipo malah nangis-nangis, akhirnya kita sepakat membawa Tipo jalan-jalan melihat gajah biar nangisnya berhenti. Kemana? Ke tempat yang ada gajahnya dongs. Yaaay... up up naik terus ke arah Lembang dan berhenti di depan Kampung Gajah. Terus masuk ke Kampung Gajah? Ya enggak lah, orang ngga ada rencana main ke sana. Ngga ada duitnya pula. Kita cuma berhenti di depan pintu masuk Kampung Gajah dan nunjuk satu-satu patung gajah yang ada di depannya. Udah gitu doang sih. Terus anaknya gimana? Anaknya mah hepi-hepi aja. Ngabsen kepala gajah satu-satu selama 5 menit. Terus kita balik arah pulang ke rumah. Mampir dulu deng ke McD beli Happy Meal. Terus ke Lavie, Terus baru aja 10 menit dipegang, mainan Happy Mealnya menghilang diantara tumpukan barang jualan Lavie. #penting.

Gambar milik  sini

Demi menebus rasa bersalah karena kemarin cuma mampu nunjukkin patung gajah, hari Minggu kita sekeluarga merencanakan pergi ke kebun binatang. Yess...NOT. Rencana tinggal rencana. Tanda-tanda kegagalan mulai terasa saat pak presiden susah dibangunkan pagi-pagi. Kemudian pak suami melenggang santai santai belum lengkap tanpa silverqueen  BAB, cuci mobil, mandi, sarapan, dan... ngecek bengkel. Yaiyalah kita baru berangkat jam 11 siang.

Baru sampai parkiran, hujan deras udah menyambut. Untungnya... masih ada untungnya nih, Tipo lagi tidur pulas dari setengah jalan tadi. Terus kita ngapain dong? Ya diem aja di dalam mobil. Berharap hujan segera usai. Mendung segera berlalu. Kebun binatang segera dituju. Mimpi aja keless... yang ada hujan malah tambah deras. Gw mengajak pergi ke tempat lain. Kata pak suami "eh kita kan udah bayar tiket parkir mahal-mahal. Sayang kalau langsung pulang. Tunggu lah barang 10 menit lagi. " Hadeuh.
Tiket Parkir yang membuat kita rela nongkrong di pinggir jalan 20 menit.
Perhatikan gambar di kiri atas. Aya aya wae.


Sambil mengomeli prinsip suami yang  OGI (ogah rugi), gw browsing cari-cari tempat main yang indoor di sekitaran. Mal dicoret dari daftar karena bosen itu-itu aja. Lagipula berpotensi besar menguras dompet. Kebun mini di atas PVJ juga dicoret karena tetep kehujanan dan jalan ke sananya males macet. Saung Ujo sama aja macetnya juara. Trans Studio, jelas nggak lah ya, Tipo ga bakal bisa naik semua wahana di sana. Ujug-ujug keingetan, "kita ke museum geologi aja yuk!"

Foto jadul pas lagi ada acara di gedung sebelahnya.

Yuk mari, museum geologi tujuan selanjutnya. Bayar tiket buat 2 orang dewasa @ Rp 3.000,- , balita gratis, bayar parkir Rp 2.000,- , maka dengan total kerusakan Rp 8.000,- kita udah bisa melenggang masuk ke museum geologi. Kirain hari minggu pengunjungnya nggak bakal sebanyak hari-hari biasanya yang dari luar udah kelihatan banyak bus berderet-deret. Ternyata hari minggu juga masih ada aja sekolah yang karyawisata. Apesnya kita barengan masuk sama rombongan adik-adik dari sebuah SMP. Jadi bisa dibayangkan lah ya gimana huru-hara yang terjadi saat itu. Yang mau foto-foto di setiap sudut display minimal 10 jepret, 25 gaya, 36 sudut. Yang sibuk nulis menyalin penjelasan display. Yang semena-mena mecet-mencet touchscreen display. Yang wangi semilir keringat ABG campur air hujan. Yah begitulah rasanya. Gw sampai memutuskan melipir dulu di pojokan informasi sambil menunggu mereka digiring masuk ke ruang auditorium.

Selesai kericuhan, barulah gw berani mengkesplorasi setiap sudut museum <<<Mengeksplorasi>>>
Namanya anak balita nggak tertarik dengan tulisan segambreng di tiap koleksi. Maunya nunjuk rangka binatang aja. Itupun dengan takut-takut, tapi akhirnya Tipo mau jalan sendiri ngga digendong terus. Jadi gw ga terlalu membaca detail tiap display yang sebenarnya (buat gw) menarik banget. Tak lupa poto di spot wajib, kerangka Tyranosaurus Rex. Mimpi buruk/idola setiap anak kecil tahun 90'an. Thanks to Mr. Spielberg.

                                                            Gambar milik ini

Museumnya sendiri ngga gede. Jalan sambil baca-baca dan melihat tiap koleksi dari ujung ke ujung paling menghabiskan waktu 45-60 menit aja. Tanpa diskusi yah, sekedar melihat dan membaca sambil mengamati sekilas. Mungkin akan lebih seru kalau dipandu guide, informasinya bakal lebih mendalam. Kita ngga cuma haho haho baca doang sambil berusaha menggali ingatan pelajaran jaman SMP-SMA yang udah bertahun-tahun lampau hilang ketimpa ingatan cicilan rumah dan kendaraan. Jleb.

Bawa balita ke museum geologi agak riweuh karena mereka biasanya belum mengerti. Kecuali di bagian kerangka binatang yang lebih menarik perhatian. Apalagi kalau emak-bapaknya suka mendongeng, bisa jadi bahan dongeng yang bagus buat nanti malam.

Catatan kecil; museum geologi ini sebenarnya bagus, tata display koleksi  dan alurnya juga enak, informatif dan nggak terlalu out dated. CUMAAAA... mayoritas display dan informasi yang kekinian, misalnya aja layar touchscreen dan laser scanner batuan, udah pada error. Pantes aja sih kalau melihat gimana perlakuan para pengunjung yang mayoritas anak ABG ini. Gila bok, Afgan semua! Sedih gw melihatnya. Masa layar touchscreen dijadiin alas bertumpu tangan 10 ababil yang pengen "berfoto dengan pencahayaan yang bagus dari bawah"? Demi melihat serombongan ababil lain yang geser-geser layar lain dengan brutal, rasanya pengen nyembur mereka pake api dari mulut. *Kemudian belajar debus ke Banten*

Padahal yah padahal, pengadaannya pasti susah tuh. Pake perencanaan dari dua tahun sebelumnya, pake uang negara yang notabene dari rakyat juga, pake lelang, pake resiko pejabat pengadaan barang dan jasa yang sewaktu-waktu bisa kena jerat pasal karet korupsi padahal cuma jadi tumbal aktor intelektual. Weits curcol nih, kok melebar nih. Mungkin lebih baik kalau misalnya ada petugas yang mengawasi atau yang sekalian aja standby di sebelah alat tersebut menerangkan bagaimana cara pemakaian yang benar. You happy, me happy, everybody happy.

Terus kapan mau melihat GAJAH yang asli? Mudah-mudahan dalam waktu dekat si ayah surayah tergerak hatinya untuk bangun pagi-pagi buta dan kita berangkat pagi-pagi banget dari rumah ke kebun binatang. Gajah.. gajah.. gajah... YESS!

Catatan lain;
Derenten adalah sebutan orang Sunda jaman dulu untuk kebun binatang. Berasal dari kata Belanda DIERENTUIN yang artinya kebun binatang.


















Oktober Review

1. Gw masih jadi mamah yang nyinyir di FB pak presiden.  Presiden rumah tangga maksudnya, bukan presiden Jokowi. #takut kena pantau Mabes Polri hahaha. Entah apa si kepo masih stalking atau ngga, yang penting kalau dia orang stalking masih nemu postingan nyinyir gw.

2. HP isdet untuk yang ketiga kalinya di tahun ini. Gila yah rekor banget. Baru kali ini gw punya HP sampai 3 dan semuanya nggak panjang umur. Akhirnya harus kembali ke abad pertengahan, pake Nokia 1100 jadul bekas kuliah dulu. Kalau ngobrol di kantor sama teman-teman, kalimat andalan  dari yang semula "okeh, nanti gw wa/bbm/email lu kalau udah ada update  X." berubah menjadi "okeh, nanti gw SMS lu kalau udah ada update X" Berasa vintage banget nggak siiih?

3. Bos gagal promosi => bos makin uring-uringan di kantor => bawahan makin banyak cari alesan keluar kantor tiap hari.

4. Mulai perawatan. Gegara di-BBM mantannya pak presiden : "ke salon dong jeng biar cantik", Gw langsung bobol tabungan beli ini inu. lumayan lah ya mulai kelihatan ada perubahan sedikiiit. Tapi dasar orangnya cepet puas dan pemalas, setelah sebulan tiba-tiba jadi jarang perawatan. Akhirnya jerawat muncul dweh. Terus kemaren pak presiden nanya "gimana nih yang perawatan kok malah jadi jerawat segede bagong gitu?" Waaaks gw langsung semangat lagi hahahaha.

5. Baru sadar kalau Tipo jari tengahnya menekuk terus. Konsultasi ke Sp Anak dan rontgen, ngga ada yang salah dengan tulangnya. Ngga ada bekas patah. Dirujuk ke Sp Ortopedi, menurut dokter kemungkinan otot dan saraf jari tengah ngga sampai ke ujung jari tengah. Dirujuk lagi ke Sp Rehab Medik dan fisioterapis buat terapi 3 minggu dan dilihat perkembangannya gimana. Dokternya udah ngasih opsi operasi dari awaal ketemu, in case fisioterapi nggak berhasil. Meski ngga menyarankan operasi sekarang-sekarang. Gw dan pak presiden juga masih belum sreg dengan opsi ini, Jadi kita ambil pilihan fisioterapi dulu .Tapi bok yah nasib anak kos BPJS antriannya bokk! Daftar hari ini, baru dikasih jadwal konsul dan terapi minggu depan. Akhirnya daftar umum ngga pake BPJS, sami mawon ternyata. Finally kemarin setelah berunding dengan pak presiden  mau pindah rumah sakit dan dokter aja biar antriannya nggak PHP model RS A******

6. CMIIW, gw juga masih tanya-tanya ke dokter soal jari menekuk. Sempat browsing-browsing sedikit, yang seperti ini kebanyakan diderita orang yang udah agak berumur, sekitar 40 tahunan ke atas. Nah kalau Tipo yang masih balita gimana bisa? ternyata kalau anak bayi karena bawaan dari lahir, cuma kadang orang tua nggak ngeh karena bayi kan  tangannya masih suka mengepal, baru ketahuan setelah bayi mulai bisa memegang benda.

Anaknya sih ngga ada masalah dengan aktivitas memegang benda-benda. Mungkin karena jari tengah kiri yang menekuk, sementara Tipo banyak beraktivitas dengan tangan kanan. Kadang malah jari tengahnya ikut gerak memegang-megang juga meskipun ngga seaktif jari yang lain. Lebih banyak lossnya sih daripada memegang benda.

Sekarang kita masih mencari-cari dokter dan rumah sakit yang kira-kira informatif, proses nggak belibet dan terjangkau.
Anyhow kemarin gw lupa nanya ke dokter ortopedinya, apakah jari Tipo bisa jadi normal atau setidaknya ngga terlalu menekuk setelah fisioterapi? Apakah harus operasi kalau fisioterapi gagal?
Entah karena dokter yang pertama kurang komunikatif atau gw kewalahan megang Tipo yang awalnya histeris pas diperiksa, gw merasa  kunjungan ke Sp Ortopedi kemarin kurang berkesan. Masih banyak yang mau gw tanyain sebenarnya.











Selasa, 22 September 2015

audit time

Quick update.
Anjrit ini draft udah bejibun tapi nggak ada satupun yang dipublish.
Nasib anak keuangan kalau kedatangan auditor ya beginih, Segala sesuatu ditunda demi menyambut dan memfasilitasi tamu agung. Minta berkas inilah, minta dokumen itulah. Sebenernya semua udah lengkap-kap. Cuma pada males cari sendiri. Yowes... Eh sebenarnya berkas (lumayan) lengkap hahaha cuma tahun lalu gue super duper pemalasan nggak mengarsipkan dokumen secara berurutan. Jadi yah resiko ditanggung sendiri , akibatnya gue harus stand by dari pagi sampai sore selama dua minggu ajah sodar-sodara. Sampai nggak enak makan tuh dua minggu ke belakang.  Perut buncit pun perlahan mengempis. Forget about diet golongan darah dan diet mayo, gue berhasil dengan diet audit.
next... bersambung part II. Batin anak gue udah manggil emaknya cepet pualng.

Rabu, 12 Agustus 2015

salah sangka

Gara-gara nggak pernah perawatan lagi sejak hamidun dan melahirkan, gue sering banget disangka asisten RT atau babby sitter. Tapi gue ga pernah merasa jadi turun derajat atau terhina secara ART/baby sitter profesi mulia yang sangat membantu pekerja lain macam gue menyelesaikan sirkus kehidupan  rumah tangga ini, tsaaah..
Malah gue kadang terbantu dengan sangkaan orang lain dan praduga tidak bersalah lainnya seperti saat...

Pengalaman A
Tok tok tok, pintu rumah diketok. This is sunday noon, ga ada napsu buat mandi dari pagi, baru beres nyuci dan jemur pakaian di terik matahari musim kemarau yang super kejam. Keluar lah gue dari dalam rumah memakai daster kesayangan yang lusuh untuk melihat siapa gerangan yang bertamu siang-siang begini. Ada mbak-mbak 25 tahunan (M2T) tersenyum manis di depan pintu.

M2T: Siang teh.
G     : Siang juga, ada perlu apa ya?
M2T: *matanya melirik ke foto keluarga yang tergantung di tembok*
           Ibunya ada? Saya dari yayasan XYZ mau menawarkan bubuk anti nyamuk filariasis.
          (sebenernya kata-katanya jauh lebih panjang dari ini tapi gue lupa persisnya gimana)
G      : *melihat pergerakan matanya ke foto keluarga*
           Mau cari siapa? Ooh cari ibu?
M2T: Iya teh ibunya ada? saya mau menawarkan bubuk anti nyamuk.
G     : Waduh maaf, Ibunya lagi pergi. Saya ngga dibolehin beli apa-apa sebelum ibu pulang.
           Nanti saya bisa dimarahi sama Ibu.
M2T: kalau bapaknya ada?
G   : Bapak lagi pergi juga.
M2T: ooh ya udah deh kalau begitu, permisi.

M2T melangkah gontai mencari peruntungan di rumah yang lain.
Selamat lah gue dari kewajiban tidak perlu seperti mengeluarkan uang buat bubuk jentik nyamuk yang pasti ga bakal ditaburin sampe tahun 2028 datang. Hakkul yakin dia nggak memaksa gue beli bubuk ajaib itu karena tampilan gue sungguh nggak ada cocok-cocoknya buat ikut nampang di foto keluarga.

Moral of the story buat para sales door to door: Jangan terpaku sama satu foto keluarga yang dipajang di ruang tamu. Cari foto-foto lain yang menunjukkan event lain seperti pernikahan, khitanan atau kelahiran bayi. Iya sih yang dipajang di ruang tamu segede gambreng itu foto keluarga suami gue. Tahun 1995. Ga ada gue pastinya di foto itu. Atau, ga ada muka lusuh gue pake daster lusuh dan rambut diiket karet gelang di foto itu.

Pengalaman B
Its saturday! Baby T turns 4 month old. We need to buy another cute onesie for special occasion. Off we go to baby store.

Pak Presiden : Bun, ayah cari parkiran dulu yah. Turun aja duluan atau nanti tungguin di depan takut ga ketemu kalau janjian di dalam toko. (Pak presiden punya pengalaman buruk nggak bisa nemuin gue di belantara toko)
Gue  : Ok yah. Ditungu di depan aja deh.

Kemudian keluar sambil gendong baby T pake selendang batik. Duduk di tembok depan toko bayi. Lagi ngajak main baby T dan ada yang ikut duduk disebelah sambil gendong bayi juga

Mbak 1: Ikut duduk di sini ya teh.
Gue     : Silahkan.
Mbak 1: *senyum ke baby T dan dadah-dadah* Haloo... kenalan dong
Gue     : Halo juga, nama aku baby T. Nama kamu siapa?
              *sodorin tangan kecil baby T ke bayi yang digendong mbak 1*
Mbak 1: Nama aku Darrell (bukan nama sebernarnya)
              *salaman bayi pake tangan kita*
Gue     : Hallo Darrel cakep umurnya berapa bulan?
Mbak 1: Umur aku 4 bulan
Gue     : Wah sama dong seumuran sama baby T.

Terus kita ngobrol kesukaan bayi, udah bisa apa aja, dan sebagainya. Lalu Mbak 1 mengubah topik percakapan.

Mbak 1: Udah kerja berapa lama teh?
Gue     : *agak heran kenapa tiba-tiba nanya kerja* Mmm kira-kira udah 4 tahun kurang.
Mbak 1: Wah udah lama juga yah. Nggak ganti-ganti tuh 4 tahun?
              Nggak bosen? Gajinya bagus ya? Majikannya baik?
Gue     : *agak terbata-bata* Emm..ya bosen nggak bosen dijalani aja . Saya juga bersyukur bisa
               kerja. Jaman sekarang kan susah cari kerja.
Mbak 1: Wah kalau saya baru kerja di keluarga ini 4 bulan. Sebelumnya kerja di majikan yang lain,
               tapi nggak betah, Mudah-mudahan majikan yang sekarang baik terus sama saya biar betah.
              Gajinya juga lebih gede dari yang lama. Jadi bisa ditabung dan dikirim ke keluarga di
               kampung.
Gue      : Ooh Alhamdulillah atuh kalau gitu biar mengurus Darrell lebih semangat ya kan?
Mbak 1: Iya.

Gue lihat pak presidan melambai-lambaikan tangan ngajak masuk

Gue: Teh, saya udah dipanggil, duluan  yaa... Dadah Darrell!!! bye...
Mbak 1: Dadahhh...!!

Moral of the story: It's always nice to have some companion saat lama menunggu. Suer... nggak boong.






cerita setelah lebaran

Syahdan, dua minggu setelah lebaran rumah kedatangan.. eng ing eng... mantan pacar pak presiden.
Datang malam-malam pas pak presiden lagi pergi keluar kota. Pas di rumah lagi ada pacarnya ipar datang ngasih sogokan  spaghetti bolognaise satu loyang penuh. Begini kronologinya:

18.00
bibik pamit mundur istirahat ke peraduannya. Ipar datang bareng pacar bawa makanan.

18.00- 19.00  
ngobrol sambil makan spaghetti sama pacar ipar.

19.00
pintu pagar diketok, ipar keluar bukain pintu pagar buat tamu. ngobrol di teras depan sama tamu.

19.20
pintu depan dibuka, masuk anak kecil bilang "aku pengen pipis". di belakangnya ada sesosok mahmud senyum dan bilang "mau numpang ke kamar mandi sebentar". I know i have seen this woman somewhere,., but when?

19.22-20.00
anak kecil selesai pipis, lihat mainan Tipo dan pengen main bareng. Ok...
oooh suddenly i recognizing THIS boy and THAT mahmud.
i made some tea, ipar wanted so much to serve the tea by himself.
ipar didnt come back into the house, the ex didnt even say hi to me. she's back to the porch and chat with ipar again. Gue juggling  konsentrasi antara pembahasan obrolan kabar keluarga pacar ipar, kabar keluarga gue, Tipo dan mainannya, anak kecil dan mainannya, dan... the ex.

20.10
anak kecil dipanggil mamanya pulang, Tipo pengen say goodbye to him. kita keluar buat dadah-dadahan sama anak kecil. Mahmud cuma senyum (lagi) dan bilang "pulang dulu ya"

later that night after pak presiden came home i told him my hipothesis " ini pasti gara-gara daster. Aku pasti disangka pembantu karena pake daster. Ya kan Yah?"
Pak presiden mesem aja.


kangen

sama layar tancep!
Iyes you read it right permirsah. Entah kesambet apalah gitu gue tiba-tiba kangen pengen nonton layar tancep. Duluuu sekali saat gue masih polos, berseragam TK atau SD dan belum berjerawat, banyak berkeliaran mobil mitsubishi colt puck up menyuarakan pengumuman akan ada pemutaran film di alun-alun kecamatan. Bisanya fim diputar malam minggu, jam 7 malam ba'da Isya. Pilihan filmnya beragam, mulai dari Ratu Amplop, Kabayan Saba Kota, Si Rawing, Saur Sepuh endebray endebrey. Sebutin tiap film klasik 70-80an yang ngehits pada zamannya, you name it, ada semua diputer disana.
Berhubung nyokap-bokap penganut faham film tidak bermutu merusak generasi muda, maka gue ngga pernah diizinkan nonton layar tancep di Alun-alun. Tapi berhubung kalau malam kampung gue itu sepinya kayak kuburan dan lumayan deket sama alun-alun, maka seringnya film-film ini terdengar sampai ke rumah. Sebagai anak kecil yang isi kepalanya belum dipenuhi pikiran hutang, cicilan, asmara, keluarga, pekerjaan dan pikiran-pikiran kotor lainnya  gue cukup puas mendengar selintas jalan cerita film yang lagi diputar sambil ngebayangin kira-kira cocoknya suara ini diperankan siapa ya, mungkin Barry Prima? Onky Alexander? Ataukah Richie Ricardo?
Tapi ada saat-saat dimana nyokap-bokap luluh hatinya dan gue dibolehkan nonton layar tancep. Bukan yang diputar di alun-alun tapinya, cukup nonton layar tancep saat tetangga tajir punya hajatan kawinan anaknya atau sunatan cucu tersayangnya.
Jaman dulu mah belum musim pesta mengundang organ tunggal, apalagi string quartet. Buat ukuran kampung gue, you are a damn rich people kalau hajatan mengundang ustaz terkenal untuk ceramah/orkes dangdut 10 personel/memutar layar tancep, atau tiga-tiganya sekaligus kalau lu tajir mampus.
The most memorable layar tancep yang masih terkenang-kenang sampai sekarang adalah saat tetangga depan rumah nenek gue hajatan dengan hiburan layar tancep. Lupa apa filmnya, kalau ga salah sejenis Saur Sepuh, pokoknya silat-silatan. I was 6 or 7 year old, and watch flocks of people gathering around along our litlle neighborhood amaze me. Jalan kampung yang pada waktu itu masih mulus aspalnya, bersih dari ceceran ee delman, ditutup sementara. Satu ujung ditutup layar membentang dari kiri ke kanan. Sound System dipasang di pinggir jalan, kursi kehormatan dipasang di deret paling depan, khusus diperuntukkan bagi keluarga pemangku hajat dan muspika setempat.
Karena rumah nenek gue seberang layar, sore-sore mamang dan bibi udah ribut memindahkan kursi ruang tamu ke halaman depan. Sibuk cari spot yang kira-kira paling enak buat nonton.
Nenek gue juga udah sibuk masak kue, rebus-rebusan singkong, kacang tanah, kacang kedelai buat cemilan nonton. Gue juga siap-siap dong, pulang ngaji langsung tidur sore sebentar biar pas film diputar nggak ketiduran.
Malamnya udah duduk manis di depan rumah nenek, tidak lupa pake jaket tebal biar nggak masuk angin. Jreng- jreng... singkat cerita filmnya dimulai. Gue super excited! Biarpun selama film diputar gue ketiduran on-off maklum masih piyik biasa tidur jam 8 malam. 5 menit mata masih waspada nonton. 10 menit udah keleyepan, 15 menit ketiduran, 20 menit tiba-tiba kebangun gara-gara penonton bersorak-sorai pas jagoan datang, 25 menit mata udah gremet-gremet, 30 menit tidur pulas, 40 menit terbangun sambil setengah ngigo "penjahatnya udah mati belum?", begitu lah sampai filmnya tamat diputar.
Soal penonton, jangan ditanya gimana hebohnya. Semua orang satu kampung , plus kampung-kampung sekitar ikut nonton. Pedagang juga nggak kalah banyak. Standar jajan kaki lima tempo dulu macam kacang rebus, jagung rebus, mie siomay, kerupuk banjur, mamang mainan kapal minyak kelapa, gangsing, semua lengkap.
Satu film layar tancap yang seumur-umur nggak pernah mau gue tonton adalah film G30S PKI, Jaman orba film ini adalah fim wajib tonton anak sekolah dan seluruh rakyar Indonesia Raya. Tapi mau dibujuk pake iming-iming dibeliin baju lebaran 5 stel pun ogahhhhh!!! lagunya aja mak syerem!! bikin ngga bisa tidur seminggu padahal cuma diceritain sama teman sekelas di SD. Jadi kalau ada layar tancep di bulan Oktober, gue selalu komat-kamit berdoa "Ya Allah, tidurkanlah hamba secepatnya, sepulas-pulasnya sampai pagi datang. Aamiin."
Sekarang dimana coba yang masih ada layar tancep? Wong di kampung-kampung aja orang udah pada punya DVD player.
Gue rindu saat-saat komunal dimana orang bisa berkumpul bersama, nggak peduli pake baju bagus atau piyama, toh gelap ini. Duduk sebelahan sama tetangga dan teman sambil berbagi potongan jagung rebus dan saling icip-icip kerupuk banjur hasil racikan bumbu masing-masing. Sekarang, kalau mau nonton di X*I ata B*itz lu harus dress up dan beli popcorn 50 rebu sekantong. Harus selfie/groupie dulu sambil pasang hashtag #movietime di path. SIGH.







Rabu, 01 Juli 2015

I'm Back

Biasa lah kegembiraan punya sesuatu yang baru buat gue itu nggak tahan lama. Buktinya tiba-tiba menghilang begitu saja selama sebulan lebih tanpa ada satupun pos. Ckckck...
Mau gimana lagi, kemarin blognya sempat error. Semua draft hilang tanpa bekas. Semangat gue jadi melempem bak kerupuk kelamaan disimpan di luar plastik.
Belum lagi kerjaan yang sekarang menuntut log book per jam per menit. Cih, waktu luang habis buat bikin laporan.

How's life? Alhamdulillah sudah mulai kembali ke jalan yang benar. Mudah-mudahan seterusnya. Mudah-mudahan tidak ada lagi huru-hara. Hopefully ther will be no more stupid person who trying to fit thyself in our relationship.
Yah ada lah beberapa hal yang gue


nah di atas adalah draft tulisan gue yang entah kenapa selalu error. Hanya tersimpan sebagian kecil dan kebanyakan malah tidak tersimpan sama sekali. Hangus, hilang, menguap entah kemana.
Jadi males deehh.

flash update

Ramadan hari ke-14
Makin sulit update blog karena kerjaaan menuntut update sampai menit. It sucks!
Kalau ada waktu luang paling cuma beberapa menit sebelum pulang, itupun dengan koneksi internet yang lemot bingits.
JAdi apa saja yang telah terjadi akhir-akhir ini?
Mungkin karena aura Ramadan kali yah, bawaannya jadi lebih  adem, lebih toleran sama suami, lebih nggak cepat marah kalau beliau pulang malam banget. Lebih nggak curigaaan. Mudah-mudahaan terus seperti ini walaupun Ramadan udah selesai. Oh but please, don't leave too soon Ramadan!!
Sadar diri masih banyak banget kekurangan, terutama menahan amarah dan... tadarus. Ya ampun sampais ekarang amsih belum aja kesampaian tadarus. hiks...
Teraweh juga nggak sempat ke mesjid.
Ah baiklah, lebih semangat!!!

Kamis, 04 Juni 2015

sedih maaak

Hari ini sedih banget. Kemarin habis bertengkar dengan suami. Gara-garanya cemburu buta..
Tadi pagi pas diantar kerja juga masih berantem. Akhirnya kerja nggak semangat sama sekali. Untung bos besar sedang memanfaatkan kekuasaanya dengan izin di harpitnas. Akyu jadi bisa tiduran sesiangan di mushola. Bangun-bangun udah ada makan gratis dari teman kantor yang berbaik hati membawa masakan khas Medan. Welcom to the tummy, sayur singkong tumbuk! Pleus telor bumbu tauco dan ikan asin balado. Yummy... semoga rejekinya tambah lancar yah bang!
Update selanjutnya besok

Selasa, 14 April 2015

tentang kehilangan, (mbak) sang procrastinator dan cerita lainnya

Nah ini dieee... gue lama ga update blog gegara satu hal penting; lupa password. Mak lampir!! sunguh lupa samsek. Manalah akun pemulihannya pake nomor hp yang udah tewas bulan lalu. Jadi ya begitulah, gue harus semedi tiga hari empat malam plus makan tiga kali dan coffee break dua kali sehari dalam usaha mengingat-ingat password blog ini. Maapkeun para pembaca yang budiman  telah lama menunggu terbitnya blog stensilan ini.

Eniwey, bulan lalu beberapa hal terjadi.
My grand father passed away five days before his 85th birthday. It's a predictable devastation, in my word. Since months ago he was suffered from stroke and regularly visiting hospital ever since. His life willing were drastically drained. And now i even can't write any proper word because tears are falling apart. I love him, and I pray for him, may the best afterlife joy and indulgence come upon you.  I'll share  the details, later.

Hal lain, seperti biasanya terjadi kericuhan dalam pembuatan SPT tahunan yang ampun dijah sampai detik terahir baru beres lapor. Gw beneran jadi pelapor terakhir di kantor pajak tanggal 31 Maret kemarin. Tadinya sih mau e-filling aja, apa daya sepertinya server di kantor terlalu lemah untuk  menerobos masuk ke website pajak yang juga hari itu diserbu para procrastinator seluruh Indonesia. Akhirnya gw bedol desa bawa sisa SPT yang belum sempat masuk ke kantor pajak terdekat. Alhamdulillah pelayanan di kantor pajak ini sangat menyenangkan. Nggak seperti kantor pajak yang itu tuuuh yang deket mal jualan HP ituu, yang udah mirip hajatan tiap tahun pasang tenda biru, dan dilayani oleh petugas yang judesnya nggak ketulungan.

Di kantor pajak ini, pelayanannya amboi sungguh baik. Gue ditanya dari sejak masuk ada keperluan apa sama pegawainya, dikasih petunjuk yang jelas sejelas jelasnya kalau mau A ke counter B, kalau mau C ke counter D. Antriannya juga nggak sebarbar KPP sebelah. Semua orang duduk manis di kursi tunggu, nggak bergerombol rebutan formulir macam ibu-ibu antri sembako murah pas mau lebaran. Bonusnya, petugas yang melayani e-filling masih pada kinyis-kinyis, banyak senyum, daaan gongnya adalah gw sepanjang transaksi e-filling dipanggil "mbak" oleh petugasnya. Ooh mbak petugas pajak yang imut, you really made my day, *langsung balik berendam lagi di mata air keabadian*

Highlight lainnya, pengasuh Tipo yang lama resign. Hiks... gue-sedih-banget-banget-banget. Soalnya bibi ini baiik banget sama keluarga gue dan terutama Tipo. Pokoknya di tangan dia, Tipo bisa ditaklukkan. Mau mandi gak pake lama, mau makan ga pake sedikit, mau bobo siang nggak pake rewel, wangi dan terurus deh pokoknya. Kalau gue lagi kepepet dan nggak sempat masak makanan Tipo, bibi mau masakin makanan sesuai rekues .

Satu-satunya minus adalah dia nggak mau datang ke rumah. Jadi selama ini Tipo yang pulang pergi diantar jemput ke rumahnya tiap senin-jumat. Dulu sih pertimbangan bakal cuma sebulan atau dua bulan sambil mencari pengasuh yang mau tinggal di rumah. Eh keterusan aja sampai 10 bulan. Bulan lalu kita pisah baik-baik (emangnya pacaran?), karena anaknya mulai kerja lagi dan cucunya nggak ada yang jaga. Sempat deg-degan karena sampai batas hari terakhir bibi kerja belum ada penggantinya. Udah nyaris putus asa di hari Minggu terakhir,  dan sepakat sama suami membuat keputusan untuk mengungsikan Tipo ke rumah nenek dulu.  Alhamdulillah, magrib-magrib datanglah sang pengasuh baru ke rumah. Pengasuhnya masih tetangga sekitar bibi. Tadinya si pengasuh pengen pulang nggak terlalu sore, yang mana susah laaaah... mana bisa gue sampai rumah jam 3 sore? Paling cepat jam setengah 5 atau jam 5 sampai ke rumah, dengan catatan nggak hujan/banjir/macet. Akhirnya deal dengan jam kerja 7-17.

Suami dan gw sengaja nggak mencari ART/pengasuh yang tinggal di rumah, dengan berbagai pertimbangan. Terutama karena dulu sempat ada ART yang tinggal di rumah, tapi kerjanya cuma pacaran sama izin nginep di rumah teman terus. Capek gue, niatnya pengen ada yang bantuin mengurus bayi, yang ada gue berasa mengurus anak bayi DAN anak ABG. Privasi *ehem* juga menjadi pertimbangan, gue masih berasa risih kalau ada orang lain di rumah. Nggak enak rasanya kegep lagi garuk-garuk bokong sambil makan sate padang, ya kan? Ya kan?
Satu cerita tentang privasi dan ART versi teman gue yang punya pengalaman dilihatin dari ujung kepala sampai ujung kaki pas keluar dari kamar mandi oleh ARTnya. Apa yang salah dari keluar kamar mandi sampai harus discan bolak-balik begitu? Nggak ada yang salah sih. Cuma waktu itu teman gue mandi jam 3 pagi setelah "lembur". Apa yang salah dengan mandi jam 3 pagi setelah "lembur"? Nggak ada yang salah sih. Cuma teman gue aja jadi salah tingkah diperhatikan ARTnya. Apa yang salah dengan pengalaman teman gue ini? Nggak ada sih. Cuma gue kok jadi canggung menceritakan kembali kisah ini. Padahal aslinya teman gue ini heboh bener mendongeng sampai kita semua ketawa ngakak sambil nangis.

Mulai bulan ini semua staf di kantor diwajibkan membuat log book pekerjaan harian yang bisa diakses real time sama bos besar. Makdarit, waktu leha-leha gue di kantor semakin berkurang. Kalau kemarin-kemarin gue bisa pura-pura kerja ngetak-ngetik ini itu padahal browsing dan blogging, sekarang gue harus menyesuaikan pencitraan dengan laporan. *haish*

Apalagi ya, lupa nih.
Nanti deh gue sambung lagi kalau inget. Ciao by now.

Selasa, 24 Maret 2015

gaptek to the max

waduh, gimana sih cara mengedit tampilan blog?
Garuk-garuk kepala.
                                                                         dari sini

minggu pagi dan tiga bule brewok


Gambar dari sini


Hari minggu kemarin yang sungguh cerah ceria menggugah indera untuk pergi tamasya, kita sekeluarga mendapat ilham untuk jalan-jalan ke..... *drum roll* ..... car free day.
Halah pergi ke CFD doang dibangga-banggain, begitu pikir pembaca yang budiman. Oh permisi mbak, mas, budhe, pakdhe, oma, opa, buat keluarga kita, bisa keluar rumah di hari libur jam 07.30 itu adalah pencapaian yang luar binasa. Biasanya kita cuma untel-untelan di kasur seharian sampai sore. Entah kenapa hari itu kita bisa berperilaku seperti orang normal kebanyakan, yaitu mengiyakan ajakan tetangga sebelah untuk bareng-bareng ke CFD  dan BENAR-BENAR pergi ke sana.
Ga pake mandi dulu sih, cuma cuci muka, gosok gigi, dan korek ilet dan upil sebentar.

Meskipun judulnya sebentar, ternyata aktivitas itu menghabiskan waktu 30 menit. Sebenernya sih cuci muka dkk ngabisin 10 menit aja. Terus 20 menit sisanya ngapain aja? Gue mencari-cari kaos kaki, saudara-saudara. Masa pake sepatu olahraga tapi nggak pake kaos kaki? Kan kebangetan.
Terus kaos kakinya ketemu? Ketemu sih, sebelah. Terus sebelahnya lagi pake apa? Err... pake manset tangan. *dikeplak berjamaah para anggota PHSI (Persatuan Hijaber Seluruh Indonesia)*
Ah sudahlah, yang penting si manset tangan yang dialihfungsikan sebagai kaos kaki ini bisa tersarukan oleh sepatu dan celana.


Off we go! Sampai di perempatan, pas lampu merah. Lampu merah di perempatan sini terkenal lama, bisa bikin kita menunggu antara 3-5 menit. Tipo asik lirik kanan kiri, takjub melihat abang-abang pedagang asongan menawarkan dagangannya. Gue asik ngobrol sama suami. Tiba-tiba di taman separator arah yang berkebalikan dengan jalur kita, gue melihat penampakan tiga orang mister bule. Sungguh aneh, di hari minggu pagi ini tiba-tiba melihat penampakan yang membuat lidah mengucap tasbih dan tahmid. Salah satu dari mister bule ini sungguh rupawan. Kaosnya sih belel, celananya juga udah bladus, tapi kacamata hitamnya keren, dan wajahnya brewok yang udah seminggu nggak kena cukur tapi  cakeup tiada tara. Dua bule yang lain nilanya biasa aja lah, same-same, so-so  cenderung nggak terurus gitu.

Setelah beberapa waktu sibuk mengagumi mister brewok berkacamata hitam, gue disadarkan oleh tatapan tajam suami dan satu pertanyaan. Ngapain mereka di sini?
Daerah ini bukan tujuan wisata, dan juga bukan daerah dimana turis-turis berkeliaran. Apakah mereka tersasar? Kalo iya kesasar, kenapa jauh bingits? Apa mereka ditipu calo angkot? Yang kalau ditanya "Bang angkotnya lewat jalan X ngga?" jawabannya "lewat neng" tapi dalam hatinya "... lewat-in dulu mayat gue sebelum eneng naik angkot lain.", terus kemudian diturukan di tengah jalan.

Setelah gue perhatikan lagi, kali ini dengan disertai ucapan basmalah biar nggak lupa diri kelamaan memandang yang bukan muhrim lebih dari tiga detik, tiga bule ini sedang mengacungkan jempol mereka. Ooh rupanya mereka mau menumpang mobil yang lewat. Lalu gue mikir lagi, sambil curi-curi kesempatan lebih tajam mengamati mister cakep berkacamata hitam. Kalau iya mereka mau menumpang mobil yang lewat, kenapa mereka ngacungin jempol di separator sebelah KANAN? *tepok jidat barbie bahar*

Yaelah, mau ngacungin jempol sampai kapalan juga nggak bakal ada mobil yang berhenti dan berbaik hati mengangkut kemanapun tujuan bule-bule itu pergi. Wong mereka berdiri di separator sebelah kanan, jalur cepat.
Tragisnya, di seberang sana, nggak ada orang atau abang asongan yang memberi tahu kalau mereka berdiri di jalur yang salah. Mungkin nggak ada yang cukup pede ngasih tau juga kali yah. Mister-mister bule ini juga sepertinya baru bangun tidur atau masih ngantuk, sampai nggak sadar kalau di Indonesia, setir itu di kanan, dan cari tumpangan itu di sebelah kiri.
Tadinya gue mau ngajak suami buat puter balik dan ngasih tau bule-bule itu kalau mereka berdiri di tempat yang salah, Tapi lampu keburu hijau, dan mobil udah kepalang masuk di jalur yang lurus.
Bagaimana nasib ketiga bule tadi? Gue sampai kepikiran terus loh, pas pulang dari CFD dan lewat perempatan yang sama, gue nanya ke suami "Kira-kira mereka tadi akhirnya dapat tumpangan apa nggak yah?", yang dijawab suami "Udah laper lagi nih, kita mampir ke rumah sodara yuk, numpang makan di rumahnya". Doh.


Senin, 23 Maret 2015

sang kupu-kupu hinggap di rak buku

Kemarin buku gue akhirnya datang juga. Setelah desperately dying,  counting days, waiting for the package to come, selama kurleb 15 hari kerja. Yahui… packagingnya tsakep loh. Mirip-mirip dus pizza gitu. Bukan sekedar dus bekas kedegean yang dipas-pasin sama ukuran bukunya  atau sekedar dibungkus bubble wrap dan kertas semen. Beneran kardus costumized buat periplus.  Sayang, saking senangnya buku-buku itu sampai, gue lupa aja ga foto penampakan kardus mencengangkan ini.

Balik lagi ke buku, dengan total kerusakan sekitar Rp 250.000,- gue mendapatkan 5 buah buku yang masih mulus dan baru. Tadinya harap-harap cemas karena buku yang gue beli mayoritas buku diskon 70-80% dengan keterangan bahwa toko bukunya “mengusahakan akan mengirim buku dengan kondisi yang paling baik”. Siapa tahu kalau itu buku ternyata bekas display di rak toko yang saking keseringan dibaca oleh para free rider haus ilmu nan kantong kering , ujung halamannya banyak bekas tanda liur. Yucks!! How I hate those old school people who mark book and money with their saliva. 

                      Apakah Oom Hannibal juga melinting cerutunya dengan air liur? 

Sungguh dangkal pertimbangan gue hari itu. Buku yang dipilih lebih ke cap cip cup supaya pas itungannya jadi 250 ribu biar ga kena ongkir.  Ada siih beberapa buku incaran yang ternyata belum diskon. Akhirnya dipilihlah satu buku inceran yang diskon sedikit, satu buku diskon lumayan dan tiga buku yang harganya terjun bebas.  Sebelumnya baca-bici sekilas review dari goodreads, jadi nggak buta-buta banget tu buku dipilih. 
Sekarang lagi baca Still Alice, bikin kecanduan nih. Nggak sabar baca tiap halaman, dan nggak rela kalau tiba-tiba harus bersambung karena kerjaan memanggil. Begini nasib baca buku sambil nyolong waktu. Pas lagi seru-serunya membaca, tiba-tiba aja ibu obos menitahkan hamba sahayanya untuk kerja rodi. Ya menurut ngana, situ dibayar buat kerja apa baca novel?  Kadang feelingnya beda lagi begitu mulai baca terusannya. sigh.

Meskipun gue baru tersadar karena menghabiskan seperempat juta aja buat beli buku, kalau dipikir-pikir ya cukup lah. Hari gini mana ada waktu buat gue datang ke pameran buku dan menggeledah setiap tumpukan buku diskon seharian? Ongkos kirim gratis pula. Jadi rasa bersalah itu gue singkirkan baik-baik dan secepatnya, secepat gue menyingkirkan invoicenya dari pandangan suami.

Sekilas tentang novel yang kemarin filmnya masuk  nominasi Oscar ini, Still Alice bercerita tentang seorang akademisi Harvard yang menderita Alzheimer. Wanita karir cerdas yang karirnya cemerlang tiba-tiba harus merelakan hidupnya dikuasai penyakit yang melumpuhkan memori.  Bagaimana perjuangannya menghadapi hidup setelah Alzheimer? Bagaimana nasib profesi dan almamater yang sangat dibanggakannya? Bagaimana lika-liku hubungannya dengan suami dan anak mantu?  Nantikan kelanjutan ceritanya, karena saya juga baru membaca sampai halaman 102.
                                         Gambar sampul bukunya dari toko ini

Update-update, emak kuper ini baru tau loh kalau ternyata Julianne Moore menang Oscar 2015 sebagai aktris terbaik atas perannya sebagai Alice Howland di film Still Alice. Wowow, jempol dua diacungkan ke udara! Jadi penasaran pengen nonton filmnya juga. Trus pas baca susunan pelakon di film ini, ternyata yang berperan sebagai Lydia, anaknya, adalah K-Stew. Gue boleh dibilang benci tapi sayang sama K-Stew ini. Abisan, anaknya keren dan tomboy heits tapi kok main film cupu macam twilight siiih. Iya sih gara-gara jadi vampir kajajaden *jadi-jadian* ini beliau menjadi idola umat manusia seantero jagat raya. Tapi gue pribadi sebagai orang yang sukses ketawa ngikik di bioskop pas nonton adegan bantai-bantaian antara Volturi dan Cullens, kok sayang yah lihat mbak K di situ. Entah kenapa. Jangan tanya alasan yang valid. Sungguh akupun tak mengerti jalan pikiranku sendiri, Buru-buru pasang jampi, moga-moga nanti malam nggak digigit vampir.
                                       Aku lebih suka vampir yang ngganteng ini

Ah lanjut maning baca Still Alice.Cusss!

Rabu, 04 Maret 2015

I feel sorry for you

I feel sorry for you. Because you are a mother of a cute little girl, who might be in the future be damned to have the same story like me. What would you say to her when it happens? Would you like to say lightly “just take it easy. I was in the whore shoes, and I felt okay to do the sin” ?

I’m lucky enough to have  my whole family supporting  through this hard time. What about your daughter then? There will be no father who whole-heartedly defend  for her since he even didn’t want your little girl to be born.

I feel sorry for your parents. What will they say when the judgments day come?
To face the questions
 “why didn’t you two taught her to have dignity?” ,
“why didn’t you two taught her not to steal someone else’s belonging?”,
“why didn’t you two taught her that adultery is an unforgivable sin?”

I feel pity for you, because you  are trying so hard to put a show into the socmed frenzy.  He never concedes you as her lover, thus you self proclaiming both of you as husband and wife. and proudly parading your explicit photos to the world. I bet you're too busy snapping photo here and there to remember there's an IT law waiting for you now, 

I feel pity for you. Because you were in my shoes before. Therefore you do know the pain, the humiliation, the endless question of “why” that haunting your dream every night. Yet you turn yourself into the same person that you once describe as “disgusting woman shamelessly threw herself at my heartless (ex) husband.”.

And for all of your terrorizing phone calls, day and night, i said "thank you."
Now i know who you are, how to put the puzzles into one complete picture, and to be BRAVE. 

Senin, 23 Februari 2015

Cukur Gundul VS Gondrong Keriting

Hari Sabtu kemarin, kita sekeluarga menyempatkan diri pergi ke salon anak buat menggunduli Tipo.  Misi  hari ini dalam rangka menjadikan rambut Tipo (maunya) lebat, hitam, berkilau, seindah rambut Sunsilk. Umur Tipo sudah lebih dari setahun tapi pertumbuhan rambutnya bagai tanaman cabe kurang pupuk NPK.

 Berhubung  rambut bapaknya masuk kategori tebal, gue curiga si bocah ikut gen rambut keluarga bokap. Turunlah ke gue, dan sekarang diwariskan  ke Tipo. Soalnya waktu kecil rambut gue juga jarang-jarang dan  super tipis. Baru saat masuk SD rambut gue lebih mendingan jadi agak menebal, tapi berubah bentuk dari yang asalnya lurus menjadi keriting. 

Suami kok ya alergi sama rambut keriting dan atau ikal. Tiap lihat rambut gue bawaanya bawel nyuruh dilurusin terus. Kenapa sih? Kan lucuuu, mirip little Missy yang keruwel-keruwel dan  untel-untelan. Karena mendengar cerita gue soal rambut Tipo yang mirip kondisi emaknya semasa kecil, suami tambah khawatir kelak rambut Tipo juga keriting. 
                                                                  Gambarnya dari sini

Hey hey… apa sih yang salah dengan rambut keriting? Will Smith rambutnya keriting juga tapi ganteng tiada tara. Justin Timberlake rambutnya keriting tapi berhasil memikat Britney dan berakhir di altar menggandeng Jessica Biel. Orlando Bloom, saudara-saudara? James Franco, kawan-kawan? Tipo di masa depan 18 tahun lagi?

                                                                 Gambar dari sini

Keriting atau lurus masih jadi perdebatan, tapi kita sepakat di bagian “rambut tebal lebih baik.” Akhirnya diputuskanlah cara dari jaman dahulu kala yang sebenarnya gue juga nggak yakin-yakin banget, yaitu sering digunduli. Selain diberi ramuan minyak kemiri tiap malam. Yang mana bagian oles minyak kemiri ini selalu terlupakan. Sigh…

Singkat cerita, hari sabtu yang cerah ceria itu kita berangkat bertiga naik delman istimewa ku duduk di muka, hey ho. Boong deng nggak ada delman di sini. Oiya hari Jumat gue sempatin browsing dulu cari-cari salon anak yang;
1. dekat rumah
2. ada mainan
3. pegawai hati-hati, cermat dan telaten. Namanya toddler lagi senang membuat gerakan ajaib yang tiba-tiba. Serem aja lah kalau pisau cukur nyasar ke telinga. Amit-Amit.
4. murah tapi berkualitas.

Blog walking sebentar, ketemulah satu salon anak yang memenuhi kriteria di atas.  Ditetapkan bahwa salon anak ini yang akan kita datangi hari Sabtu. Sebenarnya poin nomor 4 meleset di kata “murah”nya sih. Waktu kita datang ke sana, setelah Tipo duduk manis di kursi mainan dan si pegawai salon mulai beraksi gue baru keingetan nanya ke kasir,
“Mbak,  berapa tarif potong rambut di salon ini?”
“50 ribu, bu”,
“Ooh, ok”.                                                                                                                     
Dalam hati gue mulai berencana. Membuat gerakan mengendap-endap ala ninja  di belakang kursi. Merebut Tipo dari  kekepan pegawai salon dan kabur menuju pintu keluar secepatnya.

Lima puluh ribu. Buat gue. Yang potong rambut ke salon sekali setahun. Dengan tarif 25 ribu. Adalah mahal bingiits, kakak…
Apalah daya Tipo udah duduk manis di atas kursi cukur, tukang salon udah kres kres kres memotong rambutnya yang secuwir dua cuwir. Gue terpaksa pasrah aja ngitung duit di pojokan. Mudah-mudahan cukup.

Memang harga nggak bohong. Cuma tiga menit, kepala Tipo udah licin tuntas rapi jali. Nggak ada sisa rambut berceceran di pundak dan baju Tipo. Kepala Tipo udah harum diolesi minyak penumbuh rambut. Leher dan tengkuk  bersih dibedaki. Tipo sendiri duduk manis anteng nggak banyak bergerak selama gunting cukur beraksi sambil diajak ngobrol sama pegawai salon. Udah gitu antriannya nggak sampai 5 menit dipanggil ke kursi eksekusi (dih serem amat).  Intinya jempol deh buat salonnya.                  
Gambar dari sini
                                                                                                                                                        
Tapiii sebagai emak-emak pelit penuh perhitungan, rasanya sayang banget bayar segitu Cuma buat 3 menit aja. Akhirnya kita bergeser ke  pojok mainan anak-anak. Sepertinya fungsi pojok mainan agar anak-anak yang takut dipotong rambut lebih rileks dan mau dipotong rambut sambil main. Ayo sayang, kita obrak-abrik tumpukan mainan di sana.  Total 30 menit Tipo main bongkar pasang, dorong-dorong walker, pencet mainan ini itu, pukul-pukul palu (mainan), pokoknya heboh deh. Sampai satu pegawai salon mulai bolak balik di sana, gue bisik-bisik sama suami “yuk, pulang sekarang”. Tipo masih anteng main sebenarnya waktu kita memutuskan pulang. Tak apa sayang, kita minta Ayah beli mainan yang sama persis, capcus beb. Giliran suami yang berhitung berapa total kerusakan kalau kita minta semua mainan seperti di sana.

Apa komentar orang-orang tentang penampilan baru Tipo? Semua sepakat kalau kepala gundul Tipo terlihat bersinar, berkilau, mengalahkan batu akik pancawarna, kecubung dan giok yang sekarang lagi booming.
Gambar dari sini

Mana foto-fotonya? Haduh gue paling malas kalau harus mendokumentasikan segala kegiatan tiap hari. Nanti deh kalau tiba-tiba kesurupan mat Kodak gue pajang foto-fotonya.


Anyhow buat yang berencana memotong/menggunduli rambut bayi dan anak, bisa datang ke Kids Smile Salon Jl. Buahbatu Nomor sekian (gatau berapa hahaha), pokoknya sebelah BJB Cabang Buahbatu atau seberang Borma dan Hokben Buahbatu. 



Selasa, 17 Februari 2015

Cita-citaku

     

Belajar memasak. Memasak sendiri di rumah. Sebenarnya gue sudah pernah belajar masak saat menganggur di rumah setahun setelah lulus kuliah. Sambil melamar kesana kemari,  gue belajar  masak sederhana, sayur sop, sayur lodeh, sayur asem, tumis-tumis, pepes ayam, pepes tahu. Selain masakan lauk pauk sehari-hari,  pernah belajar membuat cemilan, lemper, sus kering, sus vla, roti, pizza, bapao, cake sederhana, cookies standar. Idenya dari nyokap yang sebal melihat anaknya cuma tidur-tiduran ga jelas seharian di rumah. Gue dibeliin buku-buku resep dan home bakery. Terpilihlah roti unyil untuk dicoba. Siapa tahu bisa menyaingi roti unyil venus. Kita bikin roti usro.

Lemper dan sus were big hits! Sukses berat pokoknya. Pertama kali coba langsung enak, benar 100% secara penampakan dan rasa. Sus kering dan vla sampai bikin beberapa batch. Dibeli sendiri, dibuat sendiri, dimakan sendiri satu toples abis. Sisanya dibagi-bagi ke saudara, sekalian pamer, hehehe.

sus, hatiku meleleh karenamu
gambar dari sini

Pizza lumayan lah. Beberapa kali sukses, beberapa kali gagal. Tapi karena penggemar pizza, sementara rumah terpencil, kapan datangnya kalau  harus nunggu pizza hut atau domino’s membuka layanan pesan antar dengan armada helikopter  maka sering banget masak pizza. 

Topping pizza seadanya yang dijual di pasar dekat rumah. Ga mungkin pasar tradisional jual olive atau oregano. Paling banter  suwir ayam, kadang sapi giling, seringnya beli sosis so nice eceran  di warung sebelah. Makan so nice rame rame…. Sambil gotong royong rame rame…. Pantes aja anak gue suka nonton iklan so nice, lah emaknya udah menimbun sosis itu dari bertahun-tahun lalu.

Roti entah kenapa  selalu gagal. Antara kering atau bantat. Ga pernah empuk dan lembut. Menyamai roti bapuk 500 perak macam di warung dekat SD pun aku tak mampu.  Sampai browsing buka segala macam resep online, ikut milis NCC, jadi member forum memasak, teteeup aja rotinya ga mengembang. Mungkin si roti tipe setia kawan, tahu yang membuat  bantat juga.
  
Pernah juga belajar membuat pie. Kebetulan di rumah ada beberapa pinggan tahan panas. Resepnya juga nggak harus pakai mixer. Mendengar kata mixer jantung gue berasa berdetak lebih kencang. Sepertinya gue nggak berjodoh dengan adonan kue dan mixer. Alergi deh sama resep yang dikocok pakai mixer. Ujung-ujungnya selalu bantat itu kue.  Gue lebih memilih mencoba kue yang diuleni pakai tangan atau dikocok manual sebentar.


 Membuat pie ini diajari sama teman yang jago membuat pie. Andalannya pie buah dan pie vla jeruk. Hasilnya rata-rata lah. Bisa dimakan tapi gak bisa menyamai level teman gue. Ngomong-ngomong teman gue ini dari dulu udah memantapkan diri mau jadi SAHM (Stay At Home Mom). Jadi kalau datang ke rumahnya sering disuguhi kue-kue hasil eksperimen memasak yang jumlahnya segambreng. Hari ini belajar memasak ini, besok belajar memasak itu. Pokoknya persiapan buat jadi Ibu Rumah Tangga yang masakannya jempolan deh, TOP banget.  

Gue suka kalau udah telepon-teleponan dan diajak main ke rumahnya.  Suka basa-basi dulu dong, nanya tips resep ini itu, terus ujung-ujungya ditawari “ Kamu datang aja ke rumah, nanti aku ajari gimana cara bikin kue ini. Kita masak  bareng-bareng aja”. Yes yes langsung gue samber lah tawaran dia. Eits tapi gue tahu diri, datang gak Cuma datang bawa perut kosong begitu aja. Ngemodal  dong sedikit. Bawa terigu, bawa telur, bawa margarine secukupnya. Secukupnya sisa uang di dompet gue,maklum waktu masih pengangguran.

Kalau masak-memasak lauk pauk akhirnya jadi tuntutan. Karena diminta nyokap buat jadi juru masak rumah. Biarpun menunya gitu-gitu aja. Tapi rasa lumayan juga. Skor lumayan ini bias banget yah, soalnya yang makan Cuma gue, bokap, nyokap.  Nyokap kerja jadi daripada beliau harus bangun lebih pagi buat masak, mending minta anaknya yang masak. Bokap juga kalau gak makan masakan gue berarti gak makan dong. Jadi mana tahu kalau ternyata masakan gue sebenarnya nggak enak.

Menu standar masakan sehari-hari gak jauh dari sop/sayur bening/lodeh, tempe/tahu goreng, pepes tahu/ayam, tumis kangkung/pecay/bokcoy/keciwis, sambel miskin&lalap. Kenapa sambelnya dinamai sambel miskin? Karena isinya Cuma garam, gula, bawang merah 3 siung, dan terasi seujung sendok kecil. Itu aja sih, tapi bokap suka banget sambel model begini.

 Sayang seribu sayang, setelah gue dapat kerja di luar kota, kebiasan memasak ini jadi hilang. Penyebabnya karena tempat kos gue nggak ada dapur. Otomatis selama 3 tahun ngekos, gue Cuma bisa mengasah skill memasak indomie dan air panas aja. Perlahan memori gue akan cara memasak yang bener dan (mudah-mudahan) enak kehapus. Sementara kalau pulang ke rumah bawaannya manja pengen dimasakin masakan nyokap.

Akhirnya sekarang pada saat udah berumah tangga, gue udah lupa sama sekali gimana cara masak. Andalan gue sekarang Cuma orak-arik tempe, tahu goreng, sayur sop, dan telur dadar. Itupun kalau masih ada waktu nggak kesiangan berangkat ke kerja. Duuuh….. maafkan istrimu yang durhaka ini, suamiku.Tapi sebisa mungkin gue tiap pagi masak bekal makanan buat anak. Ya sih menunya itu-itu aja. Telur rebus, sayur sop daging, sayur sop ikan, pepes tahu ragout, rolade daging/rolade ikan, kukus ubi/labu,  tumis-apa-aja-yang-ada-di-kulkas-tapi-tolong-bukan-es-batu.



 Sebenarnya menu buat anak gue malah lebih variatif daripada menu buat kita orang tuanya. Entah kenapa gue nggak pede masak versi dewasanya. Mungkin karena masakan buat anak bumbunya Cuma bawang dan sedikit gula garam aja. Sementara kalau masak buat suami, tantangannya adalah bumbu yang lebih beragam, dengan takaran yang harus pas, setelah itu deg-degan menunggu  komentar “kok nggak ada rasanya sih?” . Ya ya ya gue bisa dibilang buta rasa sekarang. Menurut gue udah berasa enak, menurut suami belum dikasih bumbu. Baiklah suami, sini aku kasih bumbu cinta, tsaaah.

Terus sekarang gimana skill memasak gue? Yah, masih jongkok sih. Meskipun kemarin gue kembali berlangganan tabloid yang ada menu masak-memasaknya. Biarpun sampai detik ini menu-menu itu baru dibaca, dan diniatkan mau dimasak di akhir pecan, biarpun baru sebatas niat, mudah-mudahan benar terlaksana. Karena niat pun sudah dianggap setengah dilaksanakan. Aamiin. 

Senin, 16 Februari 2015

Khilafnya Seorang Virtual Shopper

I'm an addicted virtual shopper. sering banget window browsing online shop, terus kalap mata, terus masukin barang-barang ke cart, terus ditinggalin kerja seharian, terus pulang aja tanpa checkout. Besoknya udah lupa kejadian kemarin. Terus buka lagi online shop, berulang lagi ritual seperti hari-hari kemarin. Beberapa kali (dalam sebulan) gue khilaf, antara sadar dan nggak sadar mengisi form sampai tamat. Tiba-tiba muncul pop up window "terima kasih sudah berbelanja dengan kami, silahkan isi konfirmasi pembayaran jika sudah mentransfer ke rekening kami."




Gambarnya diambil dari sini

Untungnya (apa sih yang nggak untung buat orang Indonesia?), gue membentengi diri dengan lafaz "gak punya mobile/sms/internet banking" Alhamdulillah wa syukurilah. Males lah gue curi-curi waktu (lagi) pergi ke ATM terdekat. Yang mana jarak ATM terdekat itu cuma 10 menit jalan kaki aja ke jalan besar. Kalau gak banjir.  Kalau gak panas. Kalau gak disuruh bos membuat laporan ke pusat. 
Jadi untuk beberapa kasus gue selamat. Rekening gak kebobolan. 

Tapi ada saat dimana tiba-tiba di sebelah meja muncul teman kantor yang baik hati, suka meminjamkan mobile bankingnya untuk dipergunakan di jalan sesat. Jalan orang-orang yang tergoda untuk online shopping perintilan yang nggak penting-penting banget. Jalan penuh lika liku display baju yang cocok dipakai model tapi belum tentu pas di badan gue yang seseksi minion ini. Dan berkubanglah gue di jalan ini. Segala dibeli, mulai dari baju, sepatu, tas, kosmetik, jam tangan, underwear, alat-alat rumah tangga, sampai popok bayi sekali pakai yang sebenarnya di supernarket sebelah rumah harganya lebih murah dibanding harga diskon online shop plus ongkos kirim volume bulknya. Susah memang melepaskan diri dari online shop. Sebagai wanita yang fitrahnya adalah berbelanja, berusaha untuk tidak online barang sepuluh menit atau tidak bertukar info diskon di grup whatsapp dan BBM bagai mendaki gunung Olympus. Ribet dan jauh aja bo harus ke Yunani!

Sebetulnya gue mau menunjukkan gambar Gunung Olympus. Apa daya saat Googling malah kepincut ini 


Gue inget dulu pernah nonton Oprah episode hoarders. Para hoarders ini kemudian dibuat serialnya. Ngeri juga yah banyak ternyata orang-orang di dunia ini yang punya kecenderungan menumpuk barang yang sebenarnya tidak mereka perlukan. Semua dibeli, dikumpulkan, dipungut, dan tidak boleh dibuang. Bahkan barang-barang yang sebenarnya layak masuk kategori sampah. Mudah-mudahan gw bukan termasuk golongan hoarders ini. Sebisa mungkin saat akal sehat masih bisa meredam nafsu belanja, gue memikirkan dahulu apakah barang yang akan dibeli ini masih ada substitusinya yang masih bisa dipakai di rumah atau nggak. Satu tips dari Oprah saat itu, ketika kita membeli satu barang baru maka kita harus mengeluarkan satu barang lama dari rumah. Apakah itu dikeluarkan untuk masuk ke tempat sampah karena sudah rusak, atau kalau masih layak kita sumbangkan kepada orang lain yang membutuhkan. Kalau di akuntansi ada istilah FIFO (first in first out), maka istilah yang tepat untuk ini mungkin OIOO (One In One Out). Ribet juga yah bilangnya, mirip suara Tarzan saat berayun di hutan.

OIOOOO.. let's go shopping ke belantara mall!! Kemudian dilempar tumpukan  kardus pembungkus paket online shop sama suami.


Menulis itu...

1. ... seperti saat mendekati gebetan. Pengen rasanya berada di sebelah orang itu. Tapi kok, susah banget sih buat melangkah? Satu langkah saja, sudah membuat kaki gemetaran. Jadi apa nggak? Kaki mana dulu yang harus dilangkahkan? Apa gak usah aja yah? Apa nanti aja yah kalau sudah sepi? Kapan sih sepinya? Malam Jumat Kliwon?

2. ... Seperti sehabis makan sambal korek bebek H. Slamet saat rapat kantor. Antara pengen disetor saat itu juga dan pengen ditahan sampai presentasi selesai. Mood mood-an banget lah.

3. ....seperti saat ini, gue menghabiskan waktu 5 menit aja buat memikirkan kata pertama yang akan gue tulis setelah judul di atas.

Years ago i used to wrote on a journal, the kind of personal journal, of course. Meskipun gak tiap hari menulis, tapi ada lah satu dua kejadian yang membekas di hati dan membuat gue bertekad harus menulis pengalaman tersebut di jurnal. Biarpun kejadian maha penting itu cuma sekedar berpapasan di lorong sekolah sama gebetan, tetep gue tulis dengan khusyuk. Pake preambul standar "dear diary" endebray endebrey. It was fun, i was excited. Apalagi saat membaca kembali tulisan-tulisan gue. Rasanya gue yakin 20 tahun kemudian jurnal gue akan diterbitkan oleh penerbit terkenal dan menjadi best seller nasional. Gue juga menambahkan ilustrasi-ilustrasi sederhana, siapa tahu pembaca kelak haus akan penggambaran akan manisnya wajah gebetan-gebetan gue.

Kemudian masa malas menulis itu datang. Pekerjaan, pacaran, pernikahan, anak, rumah tangga menyerap energi gue. Bahkan pacaran yang dulu gue gadang-gadang akan menjadi sumber entri jurnal paling moncer ternyata malah membuat gue jadi kontraproduktif. Gimana gak males, kalau selama pacaran /persiapan pernikahan gue lebih tertarik browsing seharian  "tips menghilangkan bekas jerawat menahun", "20 cara mengetahui apakah dia belahan jiwa anda", "EO pernikahan Tradisional", "Ide Souvenir Wedding Murah" "Resep Masakan Sederhana", Hilanglah sudah angan-angan kontrak buku yang menjadikan gue multi jutawan.
Satu buku super imut yang tebal akhirnya cuma jadi pemanis rak buku berdebu selama lima tahun terakhir. Berapa banyak entri yang gue tulis selama lima tahun itu? Cuma 3 lembar saudara-saudara.  Itupun isinya lebih mirip kutipan kalimat daripada satu atau dua paragraf utuh.

Nah, tiba-tiba gue suka lupa juga mau nulis apa setelah ini. Ide yang tadinya sudah muncul berderet siap ditumpahkan di sini tiba-tiba aja menguap macam parfum kena panas.

Ah, nanti deh gue lanjutin lagi kalau udah ada ide.
Radar menangkap bos mendekat. Pindah buka worksheet. Lanjut kerja.

Satu, dua, tiga.

Mulailah kembali gue membuat blog. Setelah multiply yang tewas bertahun-tahun lalu tanpa sempat menyelamatkan dokumen dan foto-foto penting di dalamnya.
Salah siapa yang bahkan user name dan passwordnya aja lupa? Ya ya ya, jangan salahkan bunda mengandung, pecahkan saja gelasnya biar ramai satu kampung. Nah ini dia, mulai ketahuan angkatan berapa, mulai ketauan idolanya siapa.

Blog ini kemudian didedikasikan sebagai pelepas beban kerja yang tidak diimbangi oleh take home pay memuaskan, yang lalu ditambah oleh masalah yang mendera. Kenapa tidak membuat status atau notes di Facebook saja seperti biasanya? Wahai kawan, Facebook sudah terlalu ramai oleh orang-orang yang berusaha menyusup dan memata-matai gue.
I know i know, it's cool to have such an aficiado, right (not)? eym... eym....

Proclaims:
Tidak ada jaminan bahwa blog ini kemudian akan rajin diperbarui tiap minggu. Siapa yang tahu mungkin saja gue terlalu sibuk memasang tali sepatu.  Yang pasti, gue jadikan blog ini sebagai terapi. Secara bu-ibu, terapi ke psikolog itu lumenjen menguras dompet gue yahaaaa...
Tidak akan ada kepastian juga apakah banyak foto-foto pribadi yang menghiasi hari-hari cerah pembaca sekalian.

This is it *sodorin dada, goyang-goyang pinggul* #eh.