Selasa, 24 Maret 2015

gaptek to the max

waduh, gimana sih cara mengedit tampilan blog?
Garuk-garuk kepala.
                                                                         dari sini

minggu pagi dan tiga bule brewok


Gambar dari sini


Hari minggu kemarin yang sungguh cerah ceria menggugah indera untuk pergi tamasya, kita sekeluarga mendapat ilham untuk jalan-jalan ke..... *drum roll* ..... car free day.
Halah pergi ke CFD doang dibangga-banggain, begitu pikir pembaca yang budiman. Oh permisi mbak, mas, budhe, pakdhe, oma, opa, buat keluarga kita, bisa keluar rumah di hari libur jam 07.30 itu adalah pencapaian yang luar binasa. Biasanya kita cuma untel-untelan di kasur seharian sampai sore. Entah kenapa hari itu kita bisa berperilaku seperti orang normal kebanyakan, yaitu mengiyakan ajakan tetangga sebelah untuk bareng-bareng ke CFD  dan BENAR-BENAR pergi ke sana.
Ga pake mandi dulu sih, cuma cuci muka, gosok gigi, dan korek ilet dan upil sebentar.

Meskipun judulnya sebentar, ternyata aktivitas itu menghabiskan waktu 30 menit. Sebenernya sih cuci muka dkk ngabisin 10 menit aja. Terus 20 menit sisanya ngapain aja? Gue mencari-cari kaos kaki, saudara-saudara. Masa pake sepatu olahraga tapi nggak pake kaos kaki? Kan kebangetan.
Terus kaos kakinya ketemu? Ketemu sih, sebelah. Terus sebelahnya lagi pake apa? Err... pake manset tangan. *dikeplak berjamaah para anggota PHSI (Persatuan Hijaber Seluruh Indonesia)*
Ah sudahlah, yang penting si manset tangan yang dialihfungsikan sebagai kaos kaki ini bisa tersarukan oleh sepatu dan celana.


Off we go! Sampai di perempatan, pas lampu merah. Lampu merah di perempatan sini terkenal lama, bisa bikin kita menunggu antara 3-5 menit. Tipo asik lirik kanan kiri, takjub melihat abang-abang pedagang asongan menawarkan dagangannya. Gue asik ngobrol sama suami. Tiba-tiba di taman separator arah yang berkebalikan dengan jalur kita, gue melihat penampakan tiga orang mister bule. Sungguh aneh, di hari minggu pagi ini tiba-tiba melihat penampakan yang membuat lidah mengucap tasbih dan tahmid. Salah satu dari mister bule ini sungguh rupawan. Kaosnya sih belel, celananya juga udah bladus, tapi kacamata hitamnya keren, dan wajahnya brewok yang udah seminggu nggak kena cukur tapi  cakeup tiada tara. Dua bule yang lain nilanya biasa aja lah, same-same, so-so  cenderung nggak terurus gitu.

Setelah beberapa waktu sibuk mengagumi mister brewok berkacamata hitam, gue disadarkan oleh tatapan tajam suami dan satu pertanyaan. Ngapain mereka di sini?
Daerah ini bukan tujuan wisata, dan juga bukan daerah dimana turis-turis berkeliaran. Apakah mereka tersasar? Kalo iya kesasar, kenapa jauh bingits? Apa mereka ditipu calo angkot? Yang kalau ditanya "Bang angkotnya lewat jalan X ngga?" jawabannya "lewat neng" tapi dalam hatinya "... lewat-in dulu mayat gue sebelum eneng naik angkot lain.", terus kemudian diturukan di tengah jalan.

Setelah gue perhatikan lagi, kali ini dengan disertai ucapan basmalah biar nggak lupa diri kelamaan memandang yang bukan muhrim lebih dari tiga detik, tiga bule ini sedang mengacungkan jempol mereka. Ooh rupanya mereka mau menumpang mobil yang lewat. Lalu gue mikir lagi, sambil curi-curi kesempatan lebih tajam mengamati mister cakep berkacamata hitam. Kalau iya mereka mau menumpang mobil yang lewat, kenapa mereka ngacungin jempol di separator sebelah KANAN? *tepok jidat barbie bahar*

Yaelah, mau ngacungin jempol sampai kapalan juga nggak bakal ada mobil yang berhenti dan berbaik hati mengangkut kemanapun tujuan bule-bule itu pergi. Wong mereka berdiri di separator sebelah kanan, jalur cepat.
Tragisnya, di seberang sana, nggak ada orang atau abang asongan yang memberi tahu kalau mereka berdiri di jalur yang salah. Mungkin nggak ada yang cukup pede ngasih tau juga kali yah. Mister-mister bule ini juga sepertinya baru bangun tidur atau masih ngantuk, sampai nggak sadar kalau di Indonesia, setir itu di kanan, dan cari tumpangan itu di sebelah kiri.
Tadinya gue mau ngajak suami buat puter balik dan ngasih tau bule-bule itu kalau mereka berdiri di tempat yang salah, Tapi lampu keburu hijau, dan mobil udah kepalang masuk di jalur yang lurus.
Bagaimana nasib ketiga bule tadi? Gue sampai kepikiran terus loh, pas pulang dari CFD dan lewat perempatan yang sama, gue nanya ke suami "Kira-kira mereka tadi akhirnya dapat tumpangan apa nggak yah?", yang dijawab suami "Udah laper lagi nih, kita mampir ke rumah sodara yuk, numpang makan di rumahnya". Doh.


Senin, 23 Maret 2015

sang kupu-kupu hinggap di rak buku

Kemarin buku gue akhirnya datang juga. Setelah desperately dying,  counting days, waiting for the package to come, selama kurleb 15 hari kerja. Yahui… packagingnya tsakep loh. Mirip-mirip dus pizza gitu. Bukan sekedar dus bekas kedegean yang dipas-pasin sama ukuran bukunya  atau sekedar dibungkus bubble wrap dan kertas semen. Beneran kardus costumized buat periplus.  Sayang, saking senangnya buku-buku itu sampai, gue lupa aja ga foto penampakan kardus mencengangkan ini.

Balik lagi ke buku, dengan total kerusakan sekitar Rp 250.000,- gue mendapatkan 5 buah buku yang masih mulus dan baru. Tadinya harap-harap cemas karena buku yang gue beli mayoritas buku diskon 70-80% dengan keterangan bahwa toko bukunya “mengusahakan akan mengirim buku dengan kondisi yang paling baik”. Siapa tahu kalau itu buku ternyata bekas display di rak toko yang saking keseringan dibaca oleh para free rider haus ilmu nan kantong kering , ujung halamannya banyak bekas tanda liur. Yucks!! How I hate those old school people who mark book and money with their saliva. 

                      Apakah Oom Hannibal juga melinting cerutunya dengan air liur? 

Sungguh dangkal pertimbangan gue hari itu. Buku yang dipilih lebih ke cap cip cup supaya pas itungannya jadi 250 ribu biar ga kena ongkir.  Ada siih beberapa buku incaran yang ternyata belum diskon. Akhirnya dipilihlah satu buku inceran yang diskon sedikit, satu buku diskon lumayan dan tiga buku yang harganya terjun bebas.  Sebelumnya baca-bici sekilas review dari goodreads, jadi nggak buta-buta banget tu buku dipilih. 
Sekarang lagi baca Still Alice, bikin kecanduan nih. Nggak sabar baca tiap halaman, dan nggak rela kalau tiba-tiba harus bersambung karena kerjaan memanggil. Begini nasib baca buku sambil nyolong waktu. Pas lagi seru-serunya membaca, tiba-tiba aja ibu obos menitahkan hamba sahayanya untuk kerja rodi. Ya menurut ngana, situ dibayar buat kerja apa baca novel?  Kadang feelingnya beda lagi begitu mulai baca terusannya. sigh.

Meskipun gue baru tersadar karena menghabiskan seperempat juta aja buat beli buku, kalau dipikir-pikir ya cukup lah. Hari gini mana ada waktu buat gue datang ke pameran buku dan menggeledah setiap tumpukan buku diskon seharian? Ongkos kirim gratis pula. Jadi rasa bersalah itu gue singkirkan baik-baik dan secepatnya, secepat gue menyingkirkan invoicenya dari pandangan suami.

Sekilas tentang novel yang kemarin filmnya masuk  nominasi Oscar ini, Still Alice bercerita tentang seorang akademisi Harvard yang menderita Alzheimer. Wanita karir cerdas yang karirnya cemerlang tiba-tiba harus merelakan hidupnya dikuasai penyakit yang melumpuhkan memori.  Bagaimana perjuangannya menghadapi hidup setelah Alzheimer? Bagaimana nasib profesi dan almamater yang sangat dibanggakannya? Bagaimana lika-liku hubungannya dengan suami dan anak mantu?  Nantikan kelanjutan ceritanya, karena saya juga baru membaca sampai halaman 102.
                                         Gambar sampul bukunya dari toko ini

Update-update, emak kuper ini baru tau loh kalau ternyata Julianne Moore menang Oscar 2015 sebagai aktris terbaik atas perannya sebagai Alice Howland di film Still Alice. Wowow, jempol dua diacungkan ke udara! Jadi penasaran pengen nonton filmnya juga. Trus pas baca susunan pelakon di film ini, ternyata yang berperan sebagai Lydia, anaknya, adalah K-Stew. Gue boleh dibilang benci tapi sayang sama K-Stew ini. Abisan, anaknya keren dan tomboy heits tapi kok main film cupu macam twilight siiih. Iya sih gara-gara jadi vampir kajajaden *jadi-jadian* ini beliau menjadi idola umat manusia seantero jagat raya. Tapi gue pribadi sebagai orang yang sukses ketawa ngikik di bioskop pas nonton adegan bantai-bantaian antara Volturi dan Cullens, kok sayang yah lihat mbak K di situ. Entah kenapa. Jangan tanya alasan yang valid. Sungguh akupun tak mengerti jalan pikiranku sendiri, Buru-buru pasang jampi, moga-moga nanti malam nggak digigit vampir.
                                       Aku lebih suka vampir yang ngganteng ini

Ah lanjut maning baca Still Alice.Cusss!

Rabu, 04 Maret 2015

I feel sorry for you

I feel sorry for you. Because you are a mother of a cute little girl, who might be in the future be damned to have the same story like me. What would you say to her when it happens? Would you like to say lightly “just take it easy. I was in the whore shoes, and I felt okay to do the sin” ?

I’m lucky enough to have  my whole family supporting  through this hard time. What about your daughter then? There will be no father who whole-heartedly defend  for her since he even didn’t want your little girl to be born.

I feel sorry for your parents. What will they say when the judgments day come?
To face the questions
 “why didn’t you two taught her to have dignity?” ,
“why didn’t you two taught her not to steal someone else’s belonging?”,
“why didn’t you two taught her that adultery is an unforgivable sin?”

I feel pity for you, because you  are trying so hard to put a show into the socmed frenzy.  He never concedes you as her lover, thus you self proclaiming both of you as husband and wife. and proudly parading your explicit photos to the world. I bet you're too busy snapping photo here and there to remember there's an IT law waiting for you now, 

I feel pity for you. Because you were in my shoes before. Therefore you do know the pain, the humiliation, the endless question of “why” that haunting your dream every night. Yet you turn yourself into the same person that you once describe as “disgusting woman shamelessly threw herself at my heartless (ex) husband.”.

And for all of your terrorizing phone calls, day and night, i said "thank you."
Now i know who you are, how to put the puzzles into one complete picture, and to be BRAVE.