Selasa, 10 November 2015

Gagal Pakansi ke Derenten

Tipo : "Gajah.. Gajah.. Mah... Mah.... Mamah gajah..."
Gw   : "Apa de? Mamah segede gajah? Diajarin siapa bilang mamah segede gajah? Si ayah surayah?"

Gajah is the it word of the month buat Tipo belakangan ini. Apa-apa yang ada gambar atau bentuk mirip gajah selalu ditunjuk dan dilaporkan saat itu juga ke gw dan pak suami. Tadinya demi memenuhi hasrat si anak yang sedang tergila-gila dengan gajah, gw dengan niat mulia mencari jadwal nyanyi Tulus, kalau ada konser Tulus lah sekalian. Kenapa Tulus? Kan Tulus yang nyengnyong lagu berjudul  gajah,. Kan gw ngepens Tulus. Kan modus biar sekali-kali nonton konser hahahaha. Ya nggak gitu-gitu juga sih akhirnya.

 Suatu hari gw ada dinas di daerah Setiabudi. Hari terakhir penutupan seperti biasa nggak sampai sore. Pak presiden menawarkan diri untuk menjemput ibu negara. Tentu saja ibu negara menyambut dengan sukacita, sambil menambahkan "Yah, bawa Tipo ya. Di sini ada kolam ikan koi gede-gede. Pasti Tipo suka." Treng-treng, datanglah pak suami dan Tipo menjemput. Ndadidalah begitu anaknya ditunjukin kolam ikan malah nangis kejer, sepertinya takut lihat penampakan ikan koi gede-gede yang mengintimidasi. Maklum, standar ikan koi versi Tipo baru sebatas koi di kolam tetangga yang masih piyik.

Kolam ikannya ada di seberang gambar milik ini


Kasian nih Tipo malah nangis-nangis, akhirnya kita sepakat membawa Tipo jalan-jalan melihat gajah biar nangisnya berhenti. Kemana? Ke tempat yang ada gajahnya dongs. Yaaay... up up naik terus ke arah Lembang dan berhenti di depan Kampung Gajah. Terus masuk ke Kampung Gajah? Ya enggak lah, orang ngga ada rencana main ke sana. Ngga ada duitnya pula. Kita cuma berhenti di depan pintu masuk Kampung Gajah dan nunjuk satu-satu patung gajah yang ada di depannya. Udah gitu doang sih. Terus anaknya gimana? Anaknya mah hepi-hepi aja. Ngabsen kepala gajah satu-satu selama 5 menit. Terus kita balik arah pulang ke rumah. Mampir dulu deng ke McD beli Happy Meal. Terus ke Lavie, Terus baru aja 10 menit dipegang, mainan Happy Mealnya menghilang diantara tumpukan barang jualan Lavie. #penting.

Gambar milik  sini

Demi menebus rasa bersalah karena kemarin cuma mampu nunjukkin patung gajah, hari Minggu kita sekeluarga merencanakan pergi ke kebun binatang. Yess...NOT. Rencana tinggal rencana. Tanda-tanda kegagalan mulai terasa saat pak presiden susah dibangunkan pagi-pagi. Kemudian pak suami melenggang santai santai belum lengkap tanpa silverqueen  BAB, cuci mobil, mandi, sarapan, dan... ngecek bengkel. Yaiyalah kita baru berangkat jam 11 siang.

Baru sampai parkiran, hujan deras udah menyambut. Untungnya... masih ada untungnya nih, Tipo lagi tidur pulas dari setengah jalan tadi. Terus kita ngapain dong? Ya diem aja di dalam mobil. Berharap hujan segera usai. Mendung segera berlalu. Kebun binatang segera dituju. Mimpi aja keless... yang ada hujan malah tambah deras. Gw mengajak pergi ke tempat lain. Kata pak suami "eh kita kan udah bayar tiket parkir mahal-mahal. Sayang kalau langsung pulang. Tunggu lah barang 10 menit lagi. " Hadeuh.
Tiket Parkir yang membuat kita rela nongkrong di pinggir jalan 20 menit.
Perhatikan gambar di kiri atas. Aya aya wae.


Sambil mengomeli prinsip suami yang  OGI (ogah rugi), gw browsing cari-cari tempat main yang indoor di sekitaran. Mal dicoret dari daftar karena bosen itu-itu aja. Lagipula berpotensi besar menguras dompet. Kebun mini di atas PVJ juga dicoret karena tetep kehujanan dan jalan ke sananya males macet. Saung Ujo sama aja macetnya juara. Trans Studio, jelas nggak lah ya, Tipo ga bakal bisa naik semua wahana di sana. Ujug-ujug keingetan, "kita ke museum geologi aja yuk!"

Foto jadul pas lagi ada acara di gedung sebelahnya.

Yuk mari, museum geologi tujuan selanjutnya. Bayar tiket buat 2 orang dewasa @ Rp 3.000,- , balita gratis, bayar parkir Rp 2.000,- , maka dengan total kerusakan Rp 8.000,- kita udah bisa melenggang masuk ke museum geologi. Kirain hari minggu pengunjungnya nggak bakal sebanyak hari-hari biasanya yang dari luar udah kelihatan banyak bus berderet-deret. Ternyata hari minggu juga masih ada aja sekolah yang karyawisata. Apesnya kita barengan masuk sama rombongan adik-adik dari sebuah SMP. Jadi bisa dibayangkan lah ya gimana huru-hara yang terjadi saat itu. Yang mau foto-foto di setiap sudut display minimal 10 jepret, 25 gaya, 36 sudut. Yang sibuk nulis menyalin penjelasan display. Yang semena-mena mecet-mencet touchscreen display. Yang wangi semilir keringat ABG campur air hujan. Yah begitulah rasanya. Gw sampai memutuskan melipir dulu di pojokan informasi sambil menunggu mereka digiring masuk ke ruang auditorium.

Selesai kericuhan, barulah gw berani mengkesplorasi setiap sudut museum <<<Mengeksplorasi>>>
Namanya anak balita nggak tertarik dengan tulisan segambreng di tiap koleksi. Maunya nunjuk rangka binatang aja. Itupun dengan takut-takut, tapi akhirnya Tipo mau jalan sendiri ngga digendong terus. Jadi gw ga terlalu membaca detail tiap display yang sebenarnya (buat gw) menarik banget. Tak lupa poto di spot wajib, kerangka Tyranosaurus Rex. Mimpi buruk/idola setiap anak kecil tahun 90'an. Thanks to Mr. Spielberg.

                                                            Gambar milik ini

Museumnya sendiri ngga gede. Jalan sambil baca-baca dan melihat tiap koleksi dari ujung ke ujung paling menghabiskan waktu 45-60 menit aja. Tanpa diskusi yah, sekedar melihat dan membaca sambil mengamati sekilas. Mungkin akan lebih seru kalau dipandu guide, informasinya bakal lebih mendalam. Kita ngga cuma haho haho baca doang sambil berusaha menggali ingatan pelajaran jaman SMP-SMA yang udah bertahun-tahun lampau hilang ketimpa ingatan cicilan rumah dan kendaraan. Jleb.

Bawa balita ke museum geologi agak riweuh karena mereka biasanya belum mengerti. Kecuali di bagian kerangka binatang yang lebih menarik perhatian. Apalagi kalau emak-bapaknya suka mendongeng, bisa jadi bahan dongeng yang bagus buat nanti malam.

Catatan kecil; museum geologi ini sebenarnya bagus, tata display koleksi  dan alurnya juga enak, informatif dan nggak terlalu out dated. CUMAAAA... mayoritas display dan informasi yang kekinian, misalnya aja layar touchscreen dan laser scanner batuan, udah pada error. Pantes aja sih kalau melihat gimana perlakuan para pengunjung yang mayoritas anak ABG ini. Gila bok, Afgan semua! Sedih gw melihatnya. Masa layar touchscreen dijadiin alas bertumpu tangan 10 ababil yang pengen "berfoto dengan pencahayaan yang bagus dari bawah"? Demi melihat serombongan ababil lain yang geser-geser layar lain dengan brutal, rasanya pengen nyembur mereka pake api dari mulut. *Kemudian belajar debus ke Banten*

Padahal yah padahal, pengadaannya pasti susah tuh. Pake perencanaan dari dua tahun sebelumnya, pake uang negara yang notabene dari rakyat juga, pake lelang, pake resiko pejabat pengadaan barang dan jasa yang sewaktu-waktu bisa kena jerat pasal karet korupsi padahal cuma jadi tumbal aktor intelektual. Weits curcol nih, kok melebar nih. Mungkin lebih baik kalau misalnya ada petugas yang mengawasi atau yang sekalian aja standby di sebelah alat tersebut menerangkan bagaimana cara pemakaian yang benar. You happy, me happy, everybody happy.

Terus kapan mau melihat GAJAH yang asli? Mudah-mudahan dalam waktu dekat si ayah surayah tergerak hatinya untuk bangun pagi-pagi buta dan kita berangkat pagi-pagi banget dari rumah ke kebun binatang. Gajah.. gajah.. gajah... YESS!

Catatan lain;
Derenten adalah sebutan orang Sunda jaman dulu untuk kebun binatang. Berasal dari kata Belanda DIERENTUIN yang artinya kebun binatang.


















Oktober Review

1. Gw masih jadi mamah yang nyinyir di FB pak presiden.  Presiden rumah tangga maksudnya, bukan presiden Jokowi. #takut kena pantau Mabes Polri hahaha. Entah apa si kepo masih stalking atau ngga, yang penting kalau dia orang stalking masih nemu postingan nyinyir gw.

2. HP isdet untuk yang ketiga kalinya di tahun ini. Gila yah rekor banget. Baru kali ini gw punya HP sampai 3 dan semuanya nggak panjang umur. Akhirnya harus kembali ke abad pertengahan, pake Nokia 1100 jadul bekas kuliah dulu. Kalau ngobrol di kantor sama teman-teman, kalimat andalan  dari yang semula "okeh, nanti gw wa/bbm/email lu kalau udah ada update  X." berubah menjadi "okeh, nanti gw SMS lu kalau udah ada update X" Berasa vintage banget nggak siiih?

3. Bos gagal promosi => bos makin uring-uringan di kantor => bawahan makin banyak cari alesan keluar kantor tiap hari.

4. Mulai perawatan. Gegara di-BBM mantannya pak presiden : "ke salon dong jeng biar cantik", Gw langsung bobol tabungan beli ini inu. lumayan lah ya mulai kelihatan ada perubahan sedikiiit. Tapi dasar orangnya cepet puas dan pemalas, setelah sebulan tiba-tiba jadi jarang perawatan. Akhirnya jerawat muncul dweh. Terus kemaren pak presiden nanya "gimana nih yang perawatan kok malah jadi jerawat segede bagong gitu?" Waaaks gw langsung semangat lagi hahahaha.

5. Baru sadar kalau Tipo jari tengahnya menekuk terus. Konsultasi ke Sp Anak dan rontgen, ngga ada yang salah dengan tulangnya. Ngga ada bekas patah. Dirujuk ke Sp Ortopedi, menurut dokter kemungkinan otot dan saraf jari tengah ngga sampai ke ujung jari tengah. Dirujuk lagi ke Sp Rehab Medik dan fisioterapis buat terapi 3 minggu dan dilihat perkembangannya gimana. Dokternya udah ngasih opsi operasi dari awaal ketemu, in case fisioterapi nggak berhasil. Meski ngga menyarankan operasi sekarang-sekarang. Gw dan pak presiden juga masih belum sreg dengan opsi ini, Jadi kita ambil pilihan fisioterapi dulu .Tapi bok yah nasib anak kos BPJS antriannya bokk! Daftar hari ini, baru dikasih jadwal konsul dan terapi minggu depan. Akhirnya daftar umum ngga pake BPJS, sami mawon ternyata. Finally kemarin setelah berunding dengan pak presiden  mau pindah rumah sakit dan dokter aja biar antriannya nggak PHP model RS A******

6. CMIIW, gw juga masih tanya-tanya ke dokter soal jari menekuk. Sempat browsing-browsing sedikit, yang seperti ini kebanyakan diderita orang yang udah agak berumur, sekitar 40 tahunan ke atas. Nah kalau Tipo yang masih balita gimana bisa? ternyata kalau anak bayi karena bawaan dari lahir, cuma kadang orang tua nggak ngeh karena bayi kan  tangannya masih suka mengepal, baru ketahuan setelah bayi mulai bisa memegang benda.

Anaknya sih ngga ada masalah dengan aktivitas memegang benda-benda. Mungkin karena jari tengah kiri yang menekuk, sementara Tipo banyak beraktivitas dengan tangan kanan. Kadang malah jari tengahnya ikut gerak memegang-megang juga meskipun ngga seaktif jari yang lain. Lebih banyak lossnya sih daripada memegang benda.

Sekarang kita masih mencari-cari dokter dan rumah sakit yang kira-kira informatif, proses nggak belibet dan terjangkau.
Anyhow kemarin gw lupa nanya ke dokter ortopedinya, apakah jari Tipo bisa jadi normal atau setidaknya ngga terlalu menekuk setelah fisioterapi? Apakah harus operasi kalau fisioterapi gagal?
Entah karena dokter yang pertama kurang komunikatif atau gw kewalahan megang Tipo yang awalnya histeris pas diperiksa, gw merasa  kunjungan ke Sp Ortopedi kemarin kurang berkesan. Masih banyak yang mau gw tanyain sebenarnya.











Selasa, 22 September 2015

audit time

Quick update.
Anjrit ini draft udah bejibun tapi nggak ada satupun yang dipublish.
Nasib anak keuangan kalau kedatangan auditor ya beginih, Segala sesuatu ditunda demi menyambut dan memfasilitasi tamu agung. Minta berkas inilah, minta dokumen itulah. Sebenernya semua udah lengkap-kap. Cuma pada males cari sendiri. Yowes... Eh sebenarnya berkas (lumayan) lengkap hahaha cuma tahun lalu gue super duper pemalasan nggak mengarsipkan dokumen secara berurutan. Jadi yah resiko ditanggung sendiri , akibatnya gue harus stand by dari pagi sampai sore selama dua minggu ajah sodar-sodara. Sampai nggak enak makan tuh dua minggu ke belakang.  Perut buncit pun perlahan mengempis. Forget about diet golongan darah dan diet mayo, gue berhasil dengan diet audit.
next... bersambung part II. Batin anak gue udah manggil emaknya cepet pualng.

Rabu, 12 Agustus 2015

salah sangka

Gara-gara nggak pernah perawatan lagi sejak hamidun dan melahirkan, gue sering banget disangka asisten RT atau babby sitter. Tapi gue ga pernah merasa jadi turun derajat atau terhina secara ART/baby sitter profesi mulia yang sangat membantu pekerja lain macam gue menyelesaikan sirkus kehidupan  rumah tangga ini, tsaaah..
Malah gue kadang terbantu dengan sangkaan orang lain dan praduga tidak bersalah lainnya seperti saat...

Pengalaman A
Tok tok tok, pintu rumah diketok. This is sunday noon, ga ada napsu buat mandi dari pagi, baru beres nyuci dan jemur pakaian di terik matahari musim kemarau yang super kejam. Keluar lah gue dari dalam rumah memakai daster kesayangan yang lusuh untuk melihat siapa gerangan yang bertamu siang-siang begini. Ada mbak-mbak 25 tahunan (M2T) tersenyum manis di depan pintu.

M2T: Siang teh.
G     : Siang juga, ada perlu apa ya?
M2T: *matanya melirik ke foto keluarga yang tergantung di tembok*
           Ibunya ada? Saya dari yayasan XYZ mau menawarkan bubuk anti nyamuk filariasis.
          (sebenernya kata-katanya jauh lebih panjang dari ini tapi gue lupa persisnya gimana)
G      : *melihat pergerakan matanya ke foto keluarga*
           Mau cari siapa? Ooh cari ibu?
M2T: Iya teh ibunya ada? saya mau menawarkan bubuk anti nyamuk.
G     : Waduh maaf, Ibunya lagi pergi. Saya ngga dibolehin beli apa-apa sebelum ibu pulang.
           Nanti saya bisa dimarahi sama Ibu.
M2T: kalau bapaknya ada?
G   : Bapak lagi pergi juga.
M2T: ooh ya udah deh kalau begitu, permisi.

M2T melangkah gontai mencari peruntungan di rumah yang lain.
Selamat lah gue dari kewajiban tidak perlu seperti mengeluarkan uang buat bubuk jentik nyamuk yang pasti ga bakal ditaburin sampe tahun 2028 datang. Hakkul yakin dia nggak memaksa gue beli bubuk ajaib itu karena tampilan gue sungguh nggak ada cocok-cocoknya buat ikut nampang di foto keluarga.

Moral of the story buat para sales door to door: Jangan terpaku sama satu foto keluarga yang dipajang di ruang tamu. Cari foto-foto lain yang menunjukkan event lain seperti pernikahan, khitanan atau kelahiran bayi. Iya sih yang dipajang di ruang tamu segede gambreng itu foto keluarga suami gue. Tahun 1995. Ga ada gue pastinya di foto itu. Atau, ga ada muka lusuh gue pake daster lusuh dan rambut diiket karet gelang di foto itu.

Pengalaman B
Its saturday! Baby T turns 4 month old. We need to buy another cute onesie for special occasion. Off we go to baby store.

Pak Presiden : Bun, ayah cari parkiran dulu yah. Turun aja duluan atau nanti tungguin di depan takut ga ketemu kalau janjian di dalam toko. (Pak presiden punya pengalaman buruk nggak bisa nemuin gue di belantara toko)
Gue  : Ok yah. Ditungu di depan aja deh.

Kemudian keluar sambil gendong baby T pake selendang batik. Duduk di tembok depan toko bayi. Lagi ngajak main baby T dan ada yang ikut duduk disebelah sambil gendong bayi juga

Mbak 1: Ikut duduk di sini ya teh.
Gue     : Silahkan.
Mbak 1: *senyum ke baby T dan dadah-dadah* Haloo... kenalan dong
Gue     : Halo juga, nama aku baby T. Nama kamu siapa?
              *sodorin tangan kecil baby T ke bayi yang digendong mbak 1*
Mbak 1: Nama aku Darrell (bukan nama sebernarnya)
              *salaman bayi pake tangan kita*
Gue     : Hallo Darrel cakep umurnya berapa bulan?
Mbak 1: Umur aku 4 bulan
Gue     : Wah sama dong seumuran sama baby T.

Terus kita ngobrol kesukaan bayi, udah bisa apa aja, dan sebagainya. Lalu Mbak 1 mengubah topik percakapan.

Mbak 1: Udah kerja berapa lama teh?
Gue     : *agak heran kenapa tiba-tiba nanya kerja* Mmm kira-kira udah 4 tahun kurang.
Mbak 1: Wah udah lama juga yah. Nggak ganti-ganti tuh 4 tahun?
              Nggak bosen? Gajinya bagus ya? Majikannya baik?
Gue     : *agak terbata-bata* Emm..ya bosen nggak bosen dijalani aja . Saya juga bersyukur bisa
               kerja. Jaman sekarang kan susah cari kerja.
Mbak 1: Wah kalau saya baru kerja di keluarga ini 4 bulan. Sebelumnya kerja di majikan yang lain,
               tapi nggak betah, Mudah-mudahan majikan yang sekarang baik terus sama saya biar betah.
              Gajinya juga lebih gede dari yang lama. Jadi bisa ditabung dan dikirim ke keluarga di
               kampung.
Gue      : Ooh Alhamdulillah atuh kalau gitu biar mengurus Darrell lebih semangat ya kan?
Mbak 1: Iya.

Gue lihat pak presidan melambai-lambaikan tangan ngajak masuk

Gue: Teh, saya udah dipanggil, duluan  yaa... Dadah Darrell!!! bye...
Mbak 1: Dadahhh...!!

Moral of the story: It's always nice to have some companion saat lama menunggu. Suer... nggak boong.






cerita setelah lebaran

Syahdan, dua minggu setelah lebaran rumah kedatangan.. eng ing eng... mantan pacar pak presiden.
Datang malam-malam pas pak presiden lagi pergi keluar kota. Pas di rumah lagi ada pacarnya ipar datang ngasih sogokan  spaghetti bolognaise satu loyang penuh. Begini kronologinya:

18.00
bibik pamit mundur istirahat ke peraduannya. Ipar datang bareng pacar bawa makanan.

18.00- 19.00  
ngobrol sambil makan spaghetti sama pacar ipar.

19.00
pintu pagar diketok, ipar keluar bukain pintu pagar buat tamu. ngobrol di teras depan sama tamu.

19.20
pintu depan dibuka, masuk anak kecil bilang "aku pengen pipis". di belakangnya ada sesosok mahmud senyum dan bilang "mau numpang ke kamar mandi sebentar". I know i have seen this woman somewhere,., but when?

19.22-20.00
anak kecil selesai pipis, lihat mainan Tipo dan pengen main bareng. Ok...
oooh suddenly i recognizing THIS boy and THAT mahmud.
i made some tea, ipar wanted so much to serve the tea by himself.
ipar didnt come back into the house, the ex didnt even say hi to me. she's back to the porch and chat with ipar again. Gue juggling  konsentrasi antara pembahasan obrolan kabar keluarga pacar ipar, kabar keluarga gue, Tipo dan mainannya, anak kecil dan mainannya, dan... the ex.

20.10
anak kecil dipanggil mamanya pulang, Tipo pengen say goodbye to him. kita keluar buat dadah-dadahan sama anak kecil. Mahmud cuma senyum (lagi) dan bilang "pulang dulu ya"

later that night after pak presiden came home i told him my hipothesis " ini pasti gara-gara daster. Aku pasti disangka pembantu karena pake daster. Ya kan Yah?"
Pak presiden mesem aja.


kangen

sama layar tancep!
Iyes you read it right permirsah. Entah kesambet apalah gitu gue tiba-tiba kangen pengen nonton layar tancep. Duluuu sekali saat gue masih polos, berseragam TK atau SD dan belum berjerawat, banyak berkeliaran mobil mitsubishi colt puck up menyuarakan pengumuman akan ada pemutaran film di alun-alun kecamatan. Bisanya fim diputar malam minggu, jam 7 malam ba'da Isya. Pilihan filmnya beragam, mulai dari Ratu Amplop, Kabayan Saba Kota, Si Rawing, Saur Sepuh endebray endebrey. Sebutin tiap film klasik 70-80an yang ngehits pada zamannya, you name it, ada semua diputer disana.
Berhubung nyokap-bokap penganut faham film tidak bermutu merusak generasi muda, maka gue ngga pernah diizinkan nonton layar tancep di Alun-alun. Tapi berhubung kalau malam kampung gue itu sepinya kayak kuburan dan lumayan deket sama alun-alun, maka seringnya film-film ini terdengar sampai ke rumah. Sebagai anak kecil yang isi kepalanya belum dipenuhi pikiran hutang, cicilan, asmara, keluarga, pekerjaan dan pikiran-pikiran kotor lainnya  gue cukup puas mendengar selintas jalan cerita film yang lagi diputar sambil ngebayangin kira-kira cocoknya suara ini diperankan siapa ya, mungkin Barry Prima? Onky Alexander? Ataukah Richie Ricardo?
Tapi ada saat-saat dimana nyokap-bokap luluh hatinya dan gue dibolehkan nonton layar tancep. Bukan yang diputar di alun-alun tapinya, cukup nonton layar tancep saat tetangga tajir punya hajatan kawinan anaknya atau sunatan cucu tersayangnya.
Jaman dulu mah belum musim pesta mengundang organ tunggal, apalagi string quartet. Buat ukuran kampung gue, you are a damn rich people kalau hajatan mengundang ustaz terkenal untuk ceramah/orkes dangdut 10 personel/memutar layar tancep, atau tiga-tiganya sekaligus kalau lu tajir mampus.
The most memorable layar tancep yang masih terkenang-kenang sampai sekarang adalah saat tetangga depan rumah nenek gue hajatan dengan hiburan layar tancep. Lupa apa filmnya, kalau ga salah sejenis Saur Sepuh, pokoknya silat-silatan. I was 6 or 7 year old, and watch flocks of people gathering around along our litlle neighborhood amaze me. Jalan kampung yang pada waktu itu masih mulus aspalnya, bersih dari ceceran ee delman, ditutup sementara. Satu ujung ditutup layar membentang dari kiri ke kanan. Sound System dipasang di pinggir jalan, kursi kehormatan dipasang di deret paling depan, khusus diperuntukkan bagi keluarga pemangku hajat dan muspika setempat.
Karena rumah nenek gue seberang layar, sore-sore mamang dan bibi udah ribut memindahkan kursi ruang tamu ke halaman depan. Sibuk cari spot yang kira-kira paling enak buat nonton.
Nenek gue juga udah sibuk masak kue, rebus-rebusan singkong, kacang tanah, kacang kedelai buat cemilan nonton. Gue juga siap-siap dong, pulang ngaji langsung tidur sore sebentar biar pas film diputar nggak ketiduran.
Malamnya udah duduk manis di depan rumah nenek, tidak lupa pake jaket tebal biar nggak masuk angin. Jreng- jreng... singkat cerita filmnya dimulai. Gue super excited! Biarpun selama film diputar gue ketiduran on-off maklum masih piyik biasa tidur jam 8 malam. 5 menit mata masih waspada nonton. 10 menit udah keleyepan, 15 menit ketiduran, 20 menit tiba-tiba kebangun gara-gara penonton bersorak-sorai pas jagoan datang, 25 menit mata udah gremet-gremet, 30 menit tidur pulas, 40 menit terbangun sambil setengah ngigo "penjahatnya udah mati belum?", begitu lah sampai filmnya tamat diputar.
Soal penonton, jangan ditanya gimana hebohnya. Semua orang satu kampung , plus kampung-kampung sekitar ikut nonton. Pedagang juga nggak kalah banyak. Standar jajan kaki lima tempo dulu macam kacang rebus, jagung rebus, mie siomay, kerupuk banjur, mamang mainan kapal minyak kelapa, gangsing, semua lengkap.
Satu film layar tancap yang seumur-umur nggak pernah mau gue tonton adalah film G30S PKI, Jaman orba film ini adalah fim wajib tonton anak sekolah dan seluruh rakyar Indonesia Raya. Tapi mau dibujuk pake iming-iming dibeliin baju lebaran 5 stel pun ogahhhhh!!! lagunya aja mak syerem!! bikin ngga bisa tidur seminggu padahal cuma diceritain sama teman sekelas di SD. Jadi kalau ada layar tancep di bulan Oktober, gue selalu komat-kamit berdoa "Ya Allah, tidurkanlah hamba secepatnya, sepulas-pulasnya sampai pagi datang. Aamiin."
Sekarang dimana coba yang masih ada layar tancep? Wong di kampung-kampung aja orang udah pada punya DVD player.
Gue rindu saat-saat komunal dimana orang bisa berkumpul bersama, nggak peduli pake baju bagus atau piyama, toh gelap ini. Duduk sebelahan sama tetangga dan teman sambil berbagi potongan jagung rebus dan saling icip-icip kerupuk banjur hasil racikan bumbu masing-masing. Sekarang, kalau mau nonton di X*I ata B*itz lu harus dress up dan beli popcorn 50 rebu sekantong. Harus selfie/groupie dulu sambil pasang hashtag #movietime di path. SIGH.







Rabu, 01 Juli 2015

I'm Back

Biasa lah kegembiraan punya sesuatu yang baru buat gue itu nggak tahan lama. Buktinya tiba-tiba menghilang begitu saja selama sebulan lebih tanpa ada satupun pos. Ckckck...
Mau gimana lagi, kemarin blognya sempat error. Semua draft hilang tanpa bekas. Semangat gue jadi melempem bak kerupuk kelamaan disimpan di luar plastik.
Belum lagi kerjaan yang sekarang menuntut log book per jam per menit. Cih, waktu luang habis buat bikin laporan.

How's life? Alhamdulillah sudah mulai kembali ke jalan yang benar. Mudah-mudahan seterusnya. Mudah-mudahan tidak ada lagi huru-hara. Hopefully ther will be no more stupid person who trying to fit thyself in our relationship.
Yah ada lah beberapa hal yang gue


nah di atas adalah draft tulisan gue yang entah kenapa selalu error. Hanya tersimpan sebagian kecil dan kebanyakan malah tidak tersimpan sama sekali. Hangus, hilang, menguap entah kemana.
Jadi males deehh.