Rabu, 12 Agustus 2015

kangen

sama layar tancep!
Iyes you read it right permirsah. Entah kesambet apalah gitu gue tiba-tiba kangen pengen nonton layar tancep. Duluuu sekali saat gue masih polos, berseragam TK atau SD dan belum berjerawat, banyak berkeliaran mobil mitsubishi colt puck up menyuarakan pengumuman akan ada pemutaran film di alun-alun kecamatan. Bisanya fim diputar malam minggu, jam 7 malam ba'da Isya. Pilihan filmnya beragam, mulai dari Ratu Amplop, Kabayan Saba Kota, Si Rawing, Saur Sepuh endebray endebrey. Sebutin tiap film klasik 70-80an yang ngehits pada zamannya, you name it, ada semua diputer disana.
Berhubung nyokap-bokap penganut faham film tidak bermutu merusak generasi muda, maka gue ngga pernah diizinkan nonton layar tancep di Alun-alun. Tapi berhubung kalau malam kampung gue itu sepinya kayak kuburan dan lumayan deket sama alun-alun, maka seringnya film-film ini terdengar sampai ke rumah. Sebagai anak kecil yang isi kepalanya belum dipenuhi pikiran hutang, cicilan, asmara, keluarga, pekerjaan dan pikiran-pikiran kotor lainnya  gue cukup puas mendengar selintas jalan cerita film yang lagi diputar sambil ngebayangin kira-kira cocoknya suara ini diperankan siapa ya, mungkin Barry Prima? Onky Alexander? Ataukah Richie Ricardo?
Tapi ada saat-saat dimana nyokap-bokap luluh hatinya dan gue dibolehkan nonton layar tancep. Bukan yang diputar di alun-alun tapinya, cukup nonton layar tancep saat tetangga tajir punya hajatan kawinan anaknya atau sunatan cucu tersayangnya.
Jaman dulu mah belum musim pesta mengundang organ tunggal, apalagi string quartet. Buat ukuran kampung gue, you are a damn rich people kalau hajatan mengundang ustaz terkenal untuk ceramah/orkes dangdut 10 personel/memutar layar tancep, atau tiga-tiganya sekaligus kalau lu tajir mampus.
The most memorable layar tancep yang masih terkenang-kenang sampai sekarang adalah saat tetangga depan rumah nenek gue hajatan dengan hiburan layar tancep. Lupa apa filmnya, kalau ga salah sejenis Saur Sepuh, pokoknya silat-silatan. I was 6 or 7 year old, and watch flocks of people gathering around along our litlle neighborhood amaze me. Jalan kampung yang pada waktu itu masih mulus aspalnya, bersih dari ceceran ee delman, ditutup sementara. Satu ujung ditutup layar membentang dari kiri ke kanan. Sound System dipasang di pinggir jalan, kursi kehormatan dipasang di deret paling depan, khusus diperuntukkan bagi keluarga pemangku hajat dan muspika setempat.
Karena rumah nenek gue seberang layar, sore-sore mamang dan bibi udah ribut memindahkan kursi ruang tamu ke halaman depan. Sibuk cari spot yang kira-kira paling enak buat nonton.
Nenek gue juga udah sibuk masak kue, rebus-rebusan singkong, kacang tanah, kacang kedelai buat cemilan nonton. Gue juga siap-siap dong, pulang ngaji langsung tidur sore sebentar biar pas film diputar nggak ketiduran.
Malamnya udah duduk manis di depan rumah nenek, tidak lupa pake jaket tebal biar nggak masuk angin. Jreng- jreng... singkat cerita filmnya dimulai. Gue super excited! Biarpun selama film diputar gue ketiduran on-off maklum masih piyik biasa tidur jam 8 malam. 5 menit mata masih waspada nonton. 10 menit udah keleyepan, 15 menit ketiduran, 20 menit tiba-tiba kebangun gara-gara penonton bersorak-sorai pas jagoan datang, 25 menit mata udah gremet-gremet, 30 menit tidur pulas, 40 menit terbangun sambil setengah ngigo "penjahatnya udah mati belum?", begitu lah sampai filmnya tamat diputar.
Soal penonton, jangan ditanya gimana hebohnya. Semua orang satu kampung , plus kampung-kampung sekitar ikut nonton. Pedagang juga nggak kalah banyak. Standar jajan kaki lima tempo dulu macam kacang rebus, jagung rebus, mie siomay, kerupuk banjur, mamang mainan kapal minyak kelapa, gangsing, semua lengkap.
Satu film layar tancap yang seumur-umur nggak pernah mau gue tonton adalah film G30S PKI, Jaman orba film ini adalah fim wajib tonton anak sekolah dan seluruh rakyar Indonesia Raya. Tapi mau dibujuk pake iming-iming dibeliin baju lebaran 5 stel pun ogahhhhh!!! lagunya aja mak syerem!! bikin ngga bisa tidur seminggu padahal cuma diceritain sama teman sekelas di SD. Jadi kalau ada layar tancep di bulan Oktober, gue selalu komat-kamit berdoa "Ya Allah, tidurkanlah hamba secepatnya, sepulas-pulasnya sampai pagi datang. Aamiin."
Sekarang dimana coba yang masih ada layar tancep? Wong di kampung-kampung aja orang udah pada punya DVD player.
Gue rindu saat-saat komunal dimana orang bisa berkumpul bersama, nggak peduli pake baju bagus atau piyama, toh gelap ini. Duduk sebelahan sama tetangga dan teman sambil berbagi potongan jagung rebus dan saling icip-icip kerupuk banjur hasil racikan bumbu masing-masing. Sekarang, kalau mau nonton di X*I ata B*itz lu harus dress up dan beli popcorn 50 rebu sekantong. Harus selfie/groupie dulu sambil pasang hashtag #movietime di path. SIGH.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar